Sekadar informasi, planet ekstrasurya pertama yang ditemukan diumumkan penemuannya pada tanggal 6 Oktober 1995. Sejak itu, para astronom telah menemukan ribuan planet ekstrasurya lainnya. Bagaimana bisa kita menemukan planet asing sebanyak itu?
Setidaknya, ada enam metode pencarian planet ekstrasurya yang biasanya digunakan para astronom pemburu planet sejauh ini. Berikut ulasannya...
Pertama, pencitraan langsung. Metode ini sepertinya menjadi metode paling sederhana, yakni dengan melihat langsung planet itu sendiri. Sayangnya, metode ini sangat sulit dilakukan karena planet-planet sangat sulit diamati akibat terangnya cahaya bintang induknya.
Mencoba untuk menemukan cahaya dari sebuah planet ekstrasurya di tengah terangnya cahaya dari bintang induknya adalah seperti mencoba untuk melihat cahaya kunang-kunang yang melayang di dekat lampu sorot mobil di Lampung pada malam berkabut menggunakan teleskop dari Kupang, NTT.
Kedua, astrometri. Astrometri merupakan studi tentang meneliti posisi yang tepat dari bintang-bintang di langit. Mungkin kita selalu berpikir bahwa sebuah planet itu harus mengorbit bintang, tapi apa yang sebenarnya terjadi adalah planet dan bintang keduanya mengorbit pusat massa bersama-sama.
Bintang selalu jauh lebih besar dari planet, sehingga pusat massa antara bintang dan planet sudah pasti akan lebih dekat ke bintang, dan dengan demikian orbit bintang dalam mengelilingi pusat massa akan sangat kecil sementara orbit planet jauh lebih jelas dan besar.
Dengan astrometri, kita bisa mengetahui sebuah bintang memiliki planet yang mengitarinya atau tidak dari meneliti perubahan posisi bintang tersebut. Perubahan posisi bintang ini disebabkan oleh tarikan gravitasi planet.
Sayangnya, karena pengukuran ini terlalu sulit dan butuh banyak waktu, jarang ada planet ekstrasurya yang terdeteksi dengan metode astrometri sejauh ini. Metode ini hanya bisa digunakan pada planet asing yang massanya sangat besar. Jika menggunakan metode ini pada planet yang memiliki massa mirip Bumi, maka pergerakan bintang tidak terlihat.
Ketiga, kecepatan radial atau metode Doppler. Metode ketiga ini mirip dengan astrometri, metode ini bergantung pada planet dan bintang induk yang keduanya mengorbit pusat massa. Jika dilihat dari Bumi, bintang yang mengorbit pusat massanya akan terlihat mendekat dan menjauh sehingga menyebabkan efek Doppler.
Saat bintang terlihat menjauh (dalam pandangan dari Bumi), cahaya bintang akan mengalami pergeseran merah (atau redshift). Sebaliknya, saat bintang mendekat, cahayanya akan mengalami pergeseran biru. Semakin besar massa planet yang mengitari bintang ini, maka pusat massa akan semakin jauh dari pusat bintang sehingga efek Doppler akan semakin kentara.
Metode kecepatan radial ini memiliki kelemahan juga, yakni hanya bisa digunakan pada planet ekstrasurya yang memiliki orientasi orbit yang menghadap atau hampir menghadap langsung ke arah Bumi (pengamat).
Keempat, waktu pulsar. Metode ini menggunakan sinyal radio dari bintang kecil berputar yang disebut pulsar. Pulsar adalah sisa dari bintang yang ultrapadat dan kecil yang telah meledak dalam supernova yang memancarkan gelombang radio secara teratur.
Jika sebuah pulsar memiliki planet yang mengitarinya, perubahan kecil pada waktu denyutan gelombang radio dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya gerakan pada pulsar tersebut. Gerakan pulsar ini disebabkan oleh adanya planet, dan dengan menghitung anomali gelombang radio yang diterima, parameter orbit planet tersebut juga dapat diketahui.
Metode waktu pulsar ini merupakan metode perburuan planet ekstrasurya yang sangat teliti, sehingga belum terlalu banyak planet ekstrasurya yang ditemukan dengan metode ini. Selain itu, kita tidak mungkin mengharapkan penemuan planet ekstrasurya laik huni yang mengorbit sebuah pulsar karena pancaran gelombang elektromagnetik di sana begitu tinggi.
Kelima, metode transit. Metode kelima ini menjadi metode perburuan planet asing yang paling sering digunakan dan paling produktif dalam menemukan planet-planet luar Tata Surya tersebut.
Metode transit dilakukan dengan melihat sebuah bintang. Saat sebuah planet melintas di depan wajah bintang induknya (atau yang disebut transit), maka kecerahan bintang induknya akan berkurang sedikit. Saat itulah dinyatakan bahwa ada planet yang mengelilingi bintang tadi.
Selain bisa dengan mudah menemukan planet yang mengitari bintang, metode transit juga memungkinkan para astronom untuk mempelajari atmosfer planet yang ditemukan tersebut. Data atmosfer ini didapat karena saat planet transit, cahaya bintang akan melewati atmosfer sang planet sehingga dengan mempelajari spektrumnya, kita bisa tahu gambaran atmosfer planet tersebut.
Keenam, metode mikrolensa gravitasi. Metode yang satu ini menggunakan perhitungan matematika yang cukup rumit dari teori relativitas umum Albert Einstein. Dasar dari metode ini adalah fakta bahwa medan gravitasi sebuah bintang berlaku seperti sebuah lensa.
Saat ada sebuah bintang yang berada di belakang bintang lain dalam pandangannya dari Bumi, bintang yang berada di depan bisa menjadi semacam kaca pembesar terhadap bintang yang ada di latar belakang tadi.
Apabila bintang yang berada di depan memiliki planet yang mengitarinya, gravitasi dari planet tersebut akan memberikan efek lensa gravitasi tambahan terhadap bintang latar belakang. Dengan kata lain, gravitasi planet akan melengkungkan cahaya bintang latar belakang lebih ekstrem daripada yang diperkirakan.
Jadi, itulah keenam metode perburuan planet ekstrasurya yang biasanya digunakan para astronom. Keenam metode ini membutuhkan penelitian dan pengamatan yang tidak hanya satu malam, melainkan butuh penelitian dan pengamatan yang intens sebelum akhirnya mengonfirmasi keberadaan planet yang mengitari bintang selain Matahari.
Sumber: curious.astro.cornell.edu