Akses artikel Premium dengan Astronomi+, mulai berlangganan.

Saran pencarian

Dari Mana Nama-nama Bintang Berasal?

Anda mungkin tahu beberapa nama bintang seperti Aldebaran, Betelgeuse, Rigel, ataupun Sirius. Tapi, tahukah Anda dari mana asal-usul nama-nama untuk bintang ini?
Bintang-bintang. Kredit: NASA
Info Astronomy - Anda mungkin tahu beberapa nama bintang seperti Aldebaran, Betelgeuse, Rigel, ataupun Sirius. Tapi, tahukah Anda dari mana asal-usul nama-nama untuk bintang ini?

Langit dihiasi bintang-bintang yang memiliki nama-nama yang diambil dari banyak budaya dan masa. Perhatikan, misalnya, bentangan kabut debu antarbintang yang berkilau di langit dikenal sebagai Bimasakti di Indonesia, namun orang-orang Yunani kuno menyebut bentangan galaksi kita ini sebagai Eridanus, atau yang berarti "sungai langit".

Lain lagi dengan orang-orang Tionghoa, yang menyebut bentangan galaksi di langit sebagai Tien Ho. Ada pula orang Sumeria kuno yang membayangkan bentangan galaksi Bimasakti di langit sebagai ular. Terakhir, di Hungaria, Bimasakti lebih dikenal sebagai Hada Kuttya, atau berarti "jalan perang," sementara orang Finlandia menyebutnya Linnunrata, atau "jalan burung".

Dari sini saja, kita sudah bisa mengetahui bahwa benda yang paling mudah terlihat di langit malam memiliki nama-nama yang berbeda, berubah dari satu negara ke negara lain, dari satu budaya ke budaya lain, dan dari satu bahasa ke bahasa lainnya.

Dalam bahasa kita sendiri, bintang-bintang terang yang terlihat oleh mata telanjang namanya diambil dari tiga budaya yang dominan, yakni Yunani, Latin, dan Arab, yang mana ketiga budaya tersebut merupakan yang mendasari sains modern saat ini.

Budaya Yunani cenderung lebih banyak "menyumbang" nama untuk rasi bintang, seperti rasi bintang Boötes, sebuah rasi bintang besar yang paling banyak terlihat di belahan bumi utara pada musim semi dan musim panas, serta ada pula rasi bintang Herkules.

Dari budaya Latin, ada pula nama rasi bintang Cygnus, atau berarti "angsa", rasi bintang besar yang terlihat di langit musim gugur di belahan bumi utara. Ada juga rasi bintang Aquila, atau "si elang". Serta ada pula Sagitarius, atau "si pemanah", yang mengejar Aquila di tepi bentangan galaksi Bimasakti.

Sementara itu, sebagian besar nama bintang yang kita kenal di era astronomi modern ini rupanya berasal dari budaya Arab. Selama Abad Kegelapan, ketika depresi ekonomi, penyakit, dan perang mecabik-cabik Eropa, kekhalifahan Muslim sedang gemar-gemarnya melestarikan ribuan manuskrip Yunani dan Latin yang ditujukan untuk sains.

Ratusan tahun kemudian, pada akhir Abad Pertengahan, sains yang dikembangkan oleh budaya Arab ini pun diperkenalkan kembali ke Eropa melalui terjemahan bahasa Arab, menghidupkan kembali bidang-bidang seperti kedokteran, navigasi, kimia, matematika, dan tentunya astronomi.

Dengan demikian, bintang paling cemerlang di rasi bintang Orion, yang oleh para ilmuwan modern dikenal sebagai Alfa Orionis, memiliki nama lain yang berasal dari bahasa Arab, yakni Betelgeuse (Anda pasti lebih akrab dengan nama Betelgeuse daripada Alfa Orionis, kan?), yang memiliki arti "pundak raksasa".

Sementara bintang paling terang kedua di rasi bintang Orion dikenal dengan nama Rigel, yang juga berasal dari bahasa Arab yang berarti "kaki kiri". Masih banyak pula nama-nama bintang dari bahasa Arab seperti Algol ("si hantu"), Deneb ("ekor [angsa]", terletak di rasi bintang Cygnus), Aldebaran ("pengikut [dari Pleiades], terletak di rasi bintang Taurus), Alphard ("si penyendiri", di rasi bintang Hydra), dan masih banyak lagi.

Bintang-bintang yang memiliki nama yang indah di atas tadi cenderung merupakan bintang-bintang terang yang bisa diamati dengan mata telanjang saja. Untuk bintang-bintang redup, para astronom modern melalui International Astronomical Union (IAU) telah memberikan nama baru dengan sedikit kode unik (atau aneh?).

Katakanlah seperti bintang WR124, GC25466, dan V4153 Sagittarii. Nama-nama baru untuk bintang-bintang redup ini bukan asal saja diberikan, melainkan untuk kepentingan ilmiah. Dalam beberapa kasus, angka pada nama bintang modern menunjukkan posisi bintang tersebut, rasi bintang di mana ia berada, dan informasi kecerahan bintangnya.

Oh iya, apakah kita kini bisa memberikan nama bintang sendiri? Jawabannya, ya, tapi juga tidak. Jika Anda cukup beruntung untuk menemukan bintang baru (bintang yang sama sekali belum terindentifikasi), maka Anda bisa mengajukannya ke IAU untuk diberikan nama, dan mungkin akan diberikan julukan atas nama Anda yang menemukannya.

Namun, Anda tidak bisa "membeli" nama bintang, meskipun beberapa perusahaan menawarkan untuk menjualnya, namun rupanya hal tersebut tidak resmi dan tidak diakui di dunia ilmiah. Misalnya Anda membeli bintang untuk artis Korea, nama tersebut hanya Anda yang tahu, tapi tidak diakui oleh masyarakat dunia ilmiah.

Nah, itulah sedikit penjelasan dari mana nama-nama bintang berasal. Semoga menambah wawasan!


Sumber: IAU, Cornell University, Fiat Physica.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com