Ilustrasi. Bulan tidak pernah berwarna biru. Kredit: Getty Images |
Pada 31 Januari 2018 dan 31 Maret 2018 mendatang, Bulan purnama akan dijuluki sebagai Bulan Biru. Namun, meskipun dijuluki sebagai Bulan Biru, pada kenyataannya nanti Bulan tidak akan berwarna kebiruan. Julukan Bulan Biru tidak ada hubungannya dengan warnanya.
Bulan purnama pada akhir Januari kemarin justru berwarna kemerahan karena digerhanai oleh Bumi. Warna merah tersebut terjadi akibat pembiasan cahaya berfrekuensi rendah dari Matahari oleh atmosfer Bumi.
Sementara Bulan purnama pada akhir Maret nanti tidak akan tampak berbeda dengan Bulan purnama pada umumnya: berwarna putih kekuning-kuningan.
Lalu, mengapa disebut sebagai Bulan Biru? Space.com menyebutkan, isitilah Bulan Biru sebenarnya digunakan orang-orang zaman dahulu untuk menyebut sesuatu yang tak wajar, janggal, atau aneh. Ya, zaman dahulu, Bulan purnama yang terjadi dua kali dalam satu bulan kalender dianggap janggal.
Dilansir Skyandtelescope.com, sebenarnya, istilah Bulan Biru ini bukan merupakan istilah ilmiah atau istilah astronomi, melainkan berasal dari astrologi. Astronomi dan astrologi sendiri amat sangat berbeda.
Bulan Biru awalnya merupakan julukan untuk fase Bulan purnama ketiga dalam satu musim yang memiliki empat fase Bulan purnama. Dalam definisi ini, Bulan Biru akan terjadi sekitar setiap dua setengah tahun sekali. Namun, dalam dua dekade terakhir, definisi Bulan Biru telah berubah; julukan Bulan Biru juga bisa diberikan ke fase Bulan purnama kedua yang muncul dalam satu bulan kalender.
Menurut definisi baru tersebut, Bulan purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan kalender Masehi akan dijuluki sebagai Bulan Biru. Pada April 2018 ini, Bulan purnama sudah terjadi di tanggal 2 kemarin, dan pada tanggal 31 Maret ini akan terjadi Bulan purnama lagi, sehingga Bulan purnama kedua tersebut bisa dijuluki sebagai Bulan Biru.
Lalu, mengapa bisa terjadi dua kali Bulan purnama di satu bulan kalender Masehi? Mengherankan bukan?
Sky Tonight menjelaskan, penanggalan atau kalender Masehi tidak berdasarkan pada periode orbital Bulan. Terjadinya fenomena Bulan Biru terkait erat dengan jumlah hari dalam kalender matahari (Masehi) dan kalender bulan (Hijriah).
Kalender Masehi memiliki 365 hari dalam setahun, sementara kalender Hijriah hanya memiliki total 354 hari. Akibat perbedaan itu, akan ada fase Bulan purnama yang muncul pada waktu yang "tidak seharusnya", yaitu dua kali dalam satu bulan kalender Masehi yang sama.
Masih belum paham? Begini, setiap tahun dalam penanggalan Masehi biasanya hanya mempunyai dua belas kali fenomena Bulan purnama, yang masing-masing hanya terjadi sekali dalam sebulan kalender.
Namun, karena perbedaan jumlah hari pada kalender Masehi dengan kalender Hijriah yang mencapai 11 hari, maka setiap dua atau tiga tahun sekali (pada kalender Masehi) akan mempunyai tambahan Bulan purnama.
Tambahan Bulan purnama itulah yang biasa dijuluki sebagai Bulan Biru. Biasanya, Bulan Biru terjadi pada bulan Januari dan Maret. Hal ini pun membuat tahun 2018 akan memiliki tiga belas kali fase Bulan purnama.
Jadi, Bulan Biru hanya istilah saja ya. Jangan sampai termakan hoaks yang menyebutkan bahwa Bulan akan muncul dengan warna biru dan menyebabkan bencana alam malam ini. Semua itu tidak benar.
Selamat menyambut Bulan purnama yang biasa saja!