Gerhana Bulan Total. Kredit: Getty Images |
Ya, gerhana Bulan total tidak hanya terjadi satu kali di Indonesia untuk tahun ini, melainkan dua kali, yakni pada 31 Januari dan 28 Juli 2018. Dari kedua gerhana ini, rupanya gerhana kedua lah yang lebih istimewa.
Bagaimana tidak, bila gerhana Bulan total 31 Januari hanya gabungan dari tiga peristiwa pada Bulan, untuk gerhana 28 Juli 2018 merupakan gabungan dari empat peristiwa sekaligus: blood moon, mini moon, hujan meteor Delta Akuarid, dan oposisi Mars!
Belum lagi ditambah fakta bahwa gerhana Bulan total pada 28 Juli 2018 mendatang merupakan gerhana dengan durasi terpanjang abad ini. Sebelum bersiap mengamati gerhana yang spesial ini, mari simak penjabaran berikut ini.
Blood Moon
Sebenarnya, setiap gerhana Bulan total memang dijuluki sebagai blood moon atau Bulan darah. Julukan ini bukan tanpa alasan, melainkan karena warna Bulan pada saat puncak totalitas gerhana akan tampak berwarna kemerahan.Warna merah pada Bulan tersebut berasal dari cahaya dari Matahari yang dibiaskan oleh atmosfer Bumi kita. Pembiasan ini terjadi karena cahaya Matahari terdiri dari berbagai frekuensi, mulai dari cahaya berfrekuensi rendah hingga yang berfrekuensi tinggi.
Saat cahaya Matahari menerobos atmosfer Bumi kita, cahaya berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu) akan terhamburkan oleh molekul atmosfer Bumi, sementara cahaya berfrekuensi rendah (kuning, oranye, dan merah) akan dengan mudah melewati atmosfer dengan jalur yang lurus serta tidak berinteraksi dengan molekul di atmosfer Bumi kita.
Pembiasan cahaya berfrekuensi rendah dari Matahari oleh atmosfer Bumi akan mengubah arah cahaya tersebut ke arah umbra Bumi, atau bayangan gelap Bumi. Pada saat peristiwa gerhana Bulan total, Bulan akan berada di area umbra, sehingga ia pun akan tampak merah akibat pembiasan cahaya ini.
Walau begitu, seberapa merahnya Bulan saat gerhana Bulan total bergantung pada seberapa banyak polusi, tutupan awan, maupun kotoran yang ada di atmosfer. Misalnya, jika gerhana terjadi sesaat setelah letusan gunung berapi, partikel di atmosfer akan membuat Bulan terlihat lebih gelap dari biasanya, bukan merah terang bila gerhana terjadi di cuaca yang cerah.
Walau begitu, seberapa merahnya Bulan saat gerhana Bulan total bergantung pada seberapa banyak polusi, tutupan awan, maupun kotoran yang ada di atmosfer. Misalnya, jika gerhana terjadi sesaat setelah letusan gunung berapi, partikel di atmosfer akan membuat Bulan terlihat lebih gelap dari biasanya, bukan merah terang bila gerhana terjadi di cuaca yang cerah.
Mini Moon
Berbeda dengan gerhana Bulan total 31 Januari 2018 yang terjadi pada saat Bulan berada di jarak terdekatnya (perigee) dengan Bumi, atau yang disebut sebagai supermoon, untuk gerhana pada 28 Juli 2018 akan bertepatan dengan peristiwa apogee, yakni jarak terjauh Bulan dari Bumi.
Perigee dan apogee bisa terjadi pada Bulan karena ia memiliki orbit yang elips dalam mengelilingi Bumi. Sehingga pada suatu waktu, Bulan bisa berada di jarak terdekat dan di waktu yang lain berada di jarak terjauh.
Ilustrasi jalur orbit Bulan dalam mengelilingi Bumi. Kredit: UniverseToday.com |
Di perigee, Bulan akan berada lebih dekat dengan Bumi, sehingga kenampakan dari permukaan Bumi akan sedikit lebih besar daripada Bulan purnama biasanya. Sementara bila di apogee adalah kebalikannya, Bulan ada di jarak terjauh dari Bumi sehingga akan tampak sedikit lebih kecil.
Gerhana Bulan total mini pun akan kita amati pada akhir Juli nanti. Sebagai perbandingan, gerhana Bulan total pada 31 Januari 2018 akan 14% lebih besar diameter sudutnya dibandingkan dengan gerhana Bulan total 28 Juli 2018.
Tapi, jangan kecewa dulu. Gerhana Bulan total mini ini akan berdampak pada lebih panjangnya durasi totalitas gerhana, yakni 1 jam 43 menit. Ini akan menjadi durasi totalitas gerhana Bulan total terpanjang untuk abad ke-21. Tidak ada gerhana Bulan total dalam seratus tahun ke depan yang berdurasi lebih panjang dari yang terjadi pada 28 Juli 2018!
Durasi panjang ini juga disebabkan karena Bulan akan melewati bagian tengah bayangan umbra Bumi. Berbeda dengan gerhana Bulan total 31 Januari 2018 yang mana Bulan hanya akan melintasi bagian samping bayangan umbra.
Infografik GBT 28 Juli 2018. Kredit: Fred Espenak |
Hujan Meteor Delta Akuarid
Pernahkah Anda mengamati gerhana Bulan total sekaligus mengamati melesatnya meteor-meteor di langit? Bila belum, pada 28 Juli 2018 nanti, kesempatan itu akan tiba!
Hujan meteor tersebut dikenal sebagai Delta Akuarid. Namanya berasal dari titik radian tempat di mana meteor-meteor seolah muncul: dekat bintang Skat (Delta Akuarii) di rasi bintang Akuarius. Hujan meteor ini mencapai puncaknya pada tanggal yang sama dengan gerhana Bulan total kedua tahun ini terjadi. Menarik, bukan?
Walaupun sebenarnya Bulan purnama pada 28 Juli 2018 akan meredupkan kenampakan meteor-meteor redup pada hujan meteor Delta Akuarid, tetapi beberapa meteor terang diprediksi masih akan terlihat dengan intensitas 15 sampai 20 meteor per jam bila diamati dari lokasi yang gelap gulita.
Meteor-meteor ini berasal dari debris yang ditinggalkan oleh Komet 96P Machholz. Hujan meteor sendiri terjadi saat planet kita melintasi belas jalur orbit sebuah komet. Ketika sebuah komet mendekati Matahari, ia akan menghangat, lalu meninggalkan potongan-potongan dari inti komet yang pada akhirnya akan menyebar ke sepanjang orbit yang dilaluinya.
Potongan-potongan dari komet ini akan tertarik gravitasi Bumi ketika Bumi menerjangnya, membuat mereka masuk ke atmosfer lalu mengalami pemanasan sehingga bersinar dan tampaklah sebagai meteor.
Meteor melesat di langit. Kredit: Martin Marthadinata |
Oposisi Mars
Apa itu oposisi Mars? Dalam dunia politik, oposisi adalah kubu yang berlawanan. Begitupun dalam astronomi, oposisi menandakan sebuah benda langit sedang berada di sisi yang berlawanan dengan Matahari di langit Bumi.
Dengan begitu, ketika mencapai titik oposisi, Matahari-Bumi-Mars akan berada segaris lurus di bidang tata surya, membuat Mars terbit ketika Matahari terbenam serta membuat Mars berada di jarak terdekatnya dengan Bumi sehingga kenampakannya akan sangat terang!
Oposisi Mars tahun ini sendiri akan terjadi pada tanggal 27 Juli 2018, satu hari sebelum gerhana Bulan total, di mana saat itu jarak antara Mars dan Bumi mencapai 57,6 juta kilometer saja. Sementara itu, Mars baru akan mencapai jarak terdekatnya dengan Bumi pada 31 Juli 2018, yakni pada jarak 57,4 juta kilometer. Mars tidak mencapai jarak terdekat dengan Bumi saat oposisi karena orbitnya yang berbentuk elips.
Mars yang sedang oposisi bersama Bulan yang digerhanai. Kredit: Stellarium/InfoAstronomy.org |
Oh iya, tidak seperti gerhana 31 Januari 2018 yang bisa diamati dari awal malam, gerhana 28 Juli 2018 yang termasuk dalam Saros 129 dan merupakan nomor 38 dari 71 gerhana dalam seri tersebut ini bisa diamati di Indonesia setelah tengah malam, tepatnya saat dini hari.
Kita bisa mulai mengamatinya mulai pukul 00.14 WIB saat Bulan purnama mulai memasuki bayangan penumbra Bumi. Selanjutnya gerhana parsial bisa diamati mulai pukul 01.24 WIB. Sekitar satu jam kemudian, atau tepatnya pukul 02.30 WIB, gerhana total akan dimulai.
Bulan akan sepenuhnya masuk bayangan umbra Bumi pada pukul 03.21 WIB, yang mana ini merupakan puncak gerhana total. Gerhana total akan terus berlangsung hingga pukul 04.31 WIB, menyisakan gerhana parsial yang akan berlangsung hingga 05.19 WIB.
Nah, itu dia bagaimana spesialnya gerhana Bulan total 28 Juli 2018 dibandingkan dengan sekadar "Super Blue Blood Moon" yang akan terjadi pada 31 Januari 2018.
TUR: Kami akan melakukan tur ke Lombok, NTB pada 27-29 Juli 2018 untuk melakukan pengamatan gerhana Bulan total 28 Juli 2018 sekaligus travelling. Ingin ikut? Silakan daftarkan diri Anda di sini.