Ilustrasi planet ekstra surya. Kredit: NASA |
Lebih dari 7.000 kilometer di sebelah selatan, ahli geomikrobiologi Penelope Boston mengarungi air keruh sedalam betis di gua gelap gulita di Meksiko, lebih dari 15 meter di bawah tanah. Seperti para ilmuwan lain bersamanya, Boston memakai alat pernapasan kelas industri. Mereka juga membawa tabung udara cadangan, untuk mengatasi gas hidrogen sulfida dan karbon monoksida beracun yang sering memenuhi gua itu. Tiba-tiba, lampu di kepalanya menerangi setetes panjang cairan kental semi-bening yang meleleh dari dinding berkapur yang rapuh. “Imut ya?” serunya.
Kedua tempat ini—danau Arktika beku dan gua tropis beracun—dapat memberi petunjuk tentang salah satu misteri tertua yang paling menarik di Bumi: Adakah kehidupan di luar planet kita? Makhluk di dunia lain, baik di tata surya kita atau mengorbit bintang jauh, mungkin harus hidup di samudra berlapis es, seperti di bulan Yupiter bernama Europa, atau di gua tertutup berisi gas, yang mungkin banyak terdapat di Mars. Jika kita mampu memisahkan dan mengenali bentuk kehidupan yang tinggal di lingkungan ekstrem di Bumi, kita sudah maju selangkah dalam pencarian kehidupan di tempat lain, di luar planet yang kita pijak.
Sulit dipastikan kapan pencarian kehidupan di tengah bintang-gemintang bergeser dari fiksi ilmiah menjadi ilmu pengetahuan. Tetapi, salah satu tonggak utamanya adalah pertemuan astronomi pada November 1961. Pertemuan itu diselenggarakan oleh Frank Drake, astronom radio muda yang penasaran dengan ide mencari transmisi radio dari makhluk luar angkasa.
Ketika dia mengadakan pertemuan itu, pencarian kecerdasan luar bumi, atau SETI, “boleh dibilang masih tabu dalam astronomi,” kenang Drake, yang kini berusia 84 tahun. Dia mengundang sejumlah astronom, ahli kimia, ahli biologi, dan insinyur, termasuk ilmuwan planet muda bernama Carl Sagan, untuk membahas bidang yang kini dinamai astrobiologi, yakni ilmu tentang kehidupan di luar Bumi. Khususnya, Drake ingin bantuan para pakar untuk memutuskan, apakah bijak jika kita mencurahkan sejumlah besar waktu teleskop radio untuk mencari siaran dari makhluk luar angkasa, serta apa kira-kira cara yang paling menjanjikan untuk mencarinya. Berapa banyak peradaban yang mungkin ada di luar sana? dia bertanya-tanya. Jadi, sebelum para tamu tiba, dia menulis sebuah persamaan.
Tulisan itu, yang kini terkenal sebagai persamaan Drake, menyediakan proses untuk menjawab pertanyaannya. Kita memulai dengan laju pembentukan bintang mirip-Matahari di Bima Sakti, lalu mengalikan itu dengan persentase bintang seperti itu yang memiliki sistem planet. Kalikan hasilnya dengan rata-rata jumlah planet ramah-kehidupan di setiap sistem tersebut—yakni planet yang kira-kira sebesar Bumi dan mengorbit pada jarak yang tepat dari bintangnya, agar dapat dihuni kehidupan. Kalikan itu dengan persentase planet yang dihuni makhluk hidup, lalu dengan persentase planet yang memiliki makhluk hidup cerdas, lalu dengan persentase planet yang dapat mengembangkan teknologi untuk memancarkan sinyal radio yang dapat kita deteksi.
Langkah terakhir: Kalikan jumlah peradaban yang menguasai teknologi radio dengan rata-rata lama waktu mereka mampu menyiarkan sinyal atau bahkan bertahan hidup.