Paralaks bintang. Kredit: Chika Kelana |
"Paralaks adalah cara terbaik untuk mendapatkan jarak dalam skala kosmis," kata Mark Reid, seorang astronom di Harvard Smithsonian Center for Astrophysics. Dia menggambarkan paralaks sebagai "gold standart" untuk mengukur jarak bintang karena tidak melibatkan fisika; melainkan, hanya mengandalkan geometri!
Metode ini didasarkan pada pengukuran dua sudut dan sisi dari segitiga yang dibentuk oleh bintang, satu sisi orbit Bumi, serta satu sisi orbit Bumi enam bulan kemudian.
Jika kita tidak tahu berapa jarak bintang, katakanlah Bintang Antares, tidak mungkin kita bisa mengukur perubahan yang jelas dalam posisinya terhadap latar belakangnya. Namun, kita dapat mengukur jaraknya dalam satuan sudut, yaitu, ketika sang bintang tampak bergerak terhadap latar belakang.
Untuk mengukur jarak sebuah bintang, para astronom tidak menggunakan satuan jarak seperti meter atau kilometer, melainkan Satuan Astronomi (SA), yang setara jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari, sekitar 150 juta kilomete). Astronom juga mengukur sudut kecil di detik busur.
Sejarah Awal
Pengukuran paralaks pertama diperkirakan telah terjadi pada tahun 189 SM, ketika seorang astronom Yunani, Hipparchus, digunakan pengamatan Gerhana Matahari dari dua lokasi yang berbeda untuk mengukur jarak Bumi ke Bulan.
Hipparchus mencatat bahwa pada 14 Maret 189 SM ada Gerhana Matahari Total di Hellespont, Turki, sementara pada saat yang sama, jauh ke selatan di Alexandria, Mesir, Bulan hanya menutupi empat perlima permukaan dari Matahari. Mengetahui jarak antara Hellespont dan Alexandria sekitar 965 km, ditambah dengan perpindahan sudut dari tepi Bulan terhadap Matahari, ia menghitung jarak Bumi-Bulan menjadi sekitar 563.300 km, yang 50% terlalu jauh dari jarak sebenarnya.
Kesalahan Hipparchus adalah, ia berasumsi bahwa Bulan berada tepat di atasnya, sehingga ada kesalahan perhitungan dari perbedaan sudut antara Hellespont dan Alexandria.
Orang pertama yang berhasil mengukur jarak bintang dengan menggunakan paralaks adalah FW Bessel, yang pada tahun 1838 mengukur sudut paralaks bintang 61 Cygni adalah 0,28 detik busur, atau sekitar 3,57 parsec. Bintang terdekat, Proxima Centauri, memiliki paralaks 0,77 detik busur, atau sekitar 1,30 parsec.
Rumus paralaks adalah:
Dimana
p = paralaks bintang
d = jarak bintang dari Bumi
Paralaks sebuah bintang dinyatakan dalam satuan detik busur, jadi paralaks ini adalah suatu sudut, sementara jaraknya dinyatakan dengan satuan parsec dengan 1 parsec = 3,26 tahun cahaya.
Untuk mengetahui jarak bintang dari Bumi:
Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua buah sisi. Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks (lihat Gambar 2 di bawah). Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p, dan jarak Bumi-Matahari adalah 1 SA (Satuan Astronomi = 150 juta kilometer), maka kita dapatkan persamaan sederhana
tan p = 1/d
atau d = 1/p, karena p adalah sudut yang sangat kecil sehingga tan p ~ p.
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206.265 SA atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 parsec.
Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar adalah 0,77 detik busur yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,30 parsec. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer.
Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,28 detik busur dan jarak 1,36 tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,57 parsec.
Hingga tahun 1980-an, paralaks hanya bisa dideteksi dengan ketelitian 0,01 detik busur atau setara dengan jarak maksimum 100 parsec. Jumlah bintangnya pun hanya ratusan buah. Peluncuran satelit Hipparcos pada tahun 1989 kemudian membawa perubahan. Satelit tersebut mampu mengukur paralaks hingga ketelitian 0,001 detik busur, yang berarti mengukur jarak 100.000 bintang hingga 1000 parsec.
Sebuah katalog dibuat untuk mengumpulkan data bintang yang diamati oleh satelit Hipparcos ini. Katalog Hipparcos yang diterbitkan di akhir 1997 itu tentunya membawa pengaruh yang sangat besar terhadap semua bidang astronomi yang bergantung pada ketelitian jarak. Dan Hipparcos sendiri, yang telah penulis kenalkan di atas, merupaka orang pertama yang memelajari paralaks, walaupun ia salah dalam perhitungannya.
All hail, Hipparcos!
Jago nulis artikel? Kirim artikel hasil tulisanmu melalui program #AstroSharing! Ada honorarium bagi yang tulisannya dimuat seperti tulisan ini. Klik di sini untuk info lengkap.