Infografis hujan meteor Lyrid 2016. InfoAstronomy.org |
Hujan meteor terjadi saat Bumi melewati area pecahan debu komet ketika mengelilingi Matahari. Ketika kontak dengan atmosfer Bumi, seprihan-serpihan atau debris debu komet tersebut akan terbakar dan tampak sebagai meteor.
Induk dari hujan meteor Lyrid adalah komet C/1861 G1 Thatcher (atau biasa disebut komet Thatcher saja). Sedangkan nama Lyrid sendiri berasal dari konstelasi Lyra, tempat meteor ini seolah-olah muncul. Satu syarat untuk bisa melihat hujan meteor adalah tidak mendung dan tidak hujan. Selain itu, langit gelap dibutuhkan untuk pengamatan maksimal.
Tapi dengan adanya Bulan Purnama yang merupakan Micro Moon di malam yang sama, cahaya Bulan yang begitu terang akan meredupkan meteor-meteor kecil pada saat hujan meteor Lyrid. Dari yang seharusnya mencapai intensitas 20-50 meteor per jam, dengan adanya Bulan Purnama maka bisa turun hingga 5-10 meteor per jam saja, atau 1 meteor per 6-10 menit.
Bagi Anda yang tetap akan melakukan pengamatan, Anda dapat mulai ke luar rumah saat tengah malam. Kala itu titik radian hujan meteor Lyrid (yakni rasi bintang Lyra) baru saja terbit di langit Timur Laut. Tapi jika Anda tidak menemukan rasi bintang Lyra, cukup berbaring dan amati langit, meteor-meteor akan muncul dari segala arah.
Anda tidak butuh teleskop atau binokuler untuk mengamati hujan meteor Lyrid, karena pengamatan wajib menggunakan mata telanjang, hal ini karena pergerakan meteor terlalu cepat untuk diamati lewat benda-benda optik tersebut, yakni mencapai 50 km/detik.
Hujan meteor Lyrid dapat disaksikan di seluruh Indonesia selama langit cerah.