Ilustrasi. Kredit: CBNews |
Bulan akan mencapai fase Bulan Purnama atau Full Moon pada 22 Mei 2016. Sedangkan Bulan Biru bukanlah mengacu pada perubahan warna Bulan yang menjadi biru, melainkan julukan yang diberikan untuk setiap fase Bulan Purnama ketiga dari empat Purnama yang jatuh dalam satu musim di Bumi.
Biasanya, hanya ada tiga Bulan Purnama yang muncul setiap satu musim. Hal ini karena Bulan Purnama terjadi pada rata-rata sekali setiap 29,53 hari yang sedikit lebih lama dari sepertiga dari panjang satu musim. Akibatnya, Bulan Purnama terjadi pada rata-rata sekali setiap 2,7 tahun.
Dalam penggunaan istilah yang lebih modern, Bulan Biru juga sering digunakan sebagai alternatif untuk menjuluki setiap fase Bulan Purnama kedua yang jatuh dalam satu bulan kalender yang sama. Penggunaan ini merupakan inovasi abad kedua puluh yang awalnya berasal dari salah tafsir di majalah Sky & Telescope edisi Maret 1946.
Bulan Biru (baik definisi pertama maupun kedua) dapat terjadi karena jumlah hari dalam tahun tropis, 365,24 hari, tidak habis dibagi satu periode siklus Bulan yaitu 29,53 hari. Satu periode siklus Bulan ini, disebut juga periode Lunasi, adalah periode kemunculan Bulan Purnama.
Bila kita membagi 365,24 hari dengan 29,53 untuk mengetahui berapa kali terjadi Bulan Purnama dalam satu tahun, kita akan mendapatkan 12 kali Bulan Purnama dapat terjadi dalam satu tahun. Akan tetapi, 12 kali terjadinya Bulan Purnama ini hanya membutuhkan waktu 354 hari, 11 hari lebih pendek dari satu tahun tropis yang 365,24 hari tersebut.
Sebelas hari ekstra ini akan mengakumulasi setiap tahunnya, sehingga setiap 2 atau 3 tahun sekali akan terdapat satu Bulan Purnama tambahan (lebih tepatnya: 2,7 tahun sekali). Satu Bulan Purnama ekstra ini akan muncul di salah satu dari empat musim, maka disebutlah Bulan Biru.
Jadi, Bulan Purnama pada 22 Mei 2016 nanti tidak akan muncul dengan warna biru, sebab istilah Bulan Biru hanyalah julukan yang diberikan oleh orang-orang di masa lalu saja. Bulan akan muncul dengan warna putih kekuningan khasnya seperti biasa.
Di Indonesia, Full Blue Moon sudah bisa disaksikan sesaat setelah Matahari terbenam, kala itu Bulan baru saja terbit di ufuk Timur. Bulan Purnama akan terus bergerak semu hingga terbenam di ufuk Barat ketika Matahari terbit keesokan harinya.
Pada Bulan Purnama 22 Mei 2016, satu-satunya satelit alami milik Bumi kita ini akan berada pada deklinasi -15°40' di rasi bintang Libra. Jaraknya dari Bumi adalah sekitar 402.000 kilometer jauhnya, dan tentu dapat disaksikan di seluruh Indonesia selama langit cerah.