Hujan meteor di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kredit: Justin Ng |
Kebanyakan hujan meteor mendapatkan namanya dari rasi bintang di mana mereka muncul atau terpancar. Namun yang menarik, rasi bintang untuk hujan meteor Quadrantid sudah tidak ada lagi. Nama Quadrantid berasal dari rasi bintang Kwadran Muralis (Mural Quadrant), yang dibuat oleh astronom Perancis Jerome Lalande di 1795. Ke mana hilangnya rasi bintang ini?
Untuk memahami sejarah nama Quadrantid, kita harus kembali ke pengamatan awal hujan meteor ini. Pada awal Januari 1825, Antonio Brucalassi di Italia melaporkan bahwa ia melihat banyak "bintang jatuh." Ia melihat "bintang jatuh" tersebut memancar dari rasi bintang Kwadran Muralis. Pada tahun 1839, Adolphe Quetelet dari Observatorium Brussel di Belgia dan Edward C. Herrick di Connecticut menetapkan Quadrantid hujan meteor tahunan.
Tapi, pada tahun 1922, International Astronomical Union (IAU) merancang daftar 88 rasi bintang modern. Daftar itu disepakati oleh IAU di Sidang Umum perdana yang diadakan di Roma pada bulan Mei 1922. Sayangnya, rasi bintang Kwadran Muralis tidak masuk ke dalam 88 rasi bintang modern tersebut. Namun hingga saat ini, hujan meteor ini tetap memertahankan nama Quadrantid.
Titik radian untuk hujan meteor Quadrantid sekarang dianggap berada di rasi bintang Bootes, dekat asterisma Big Dipper di kubah langit utara, tidak jauh dari bintang paling terang di rasi bintang Bootes yang bernama Arcturus.
Dengan posisi rasi bintang Bootes yang hanya berkisar 30 derajat, pengamat di Indonesia sebaiknya mencari lokasi yang area horison utara langitnya tidak tertutup gedung, pohon, dll. Selain itu dibutuhkan lokasi yang sangat gelap dan tidak terpengaruh polusi cahaya.
Namun begitu, kesempatan masih tetap ada. Pengamatan diwajibkan dengan mata telanjang, sebab pergerakan meteor yang cepat akan sangat sulit diamati apabila menggunakan teleskop. Hujan meteor Quadrantid ini berlangsung pada 28 Desember dan akan berakhir pada 12 Januari, tetapi paling baik diamati ketika puncaknya yakni tanggal 4 Januari.
Bisa disaksikan di seluruh Indonesia selama langit cerah. Intensitasnya adalah sekitar 50–100 meteor per jam. Selamat berburu meteor!