Bulan. Kredit: Wikimedia Commons |
Teori baru ini diusulkan oleh Profesor Hagai Perets dari Weizmann Institute dan rekannya Profesor Oded Aharonson. Yang menarik, teori mereka bertentangan dengan teori yang sudah ada saat ini, "tumbukan raksasa", teori yang menyatakan bahwa Bulan adalah benda yang terbentuk setelah tabrakan raksasa tunggal antara proto-Bumi dengan benda seukuran Mars.
"Model kami menunjukkan bahwa Bumi muda dulunya pernah memiliki tidak hanya satu, tapi serangkaian Bulan, yang masing-masing terbentuk dari tabrakan yang berbeda dengan proto-Bumi," kata Prof. Perets.
"Tabrakan dengan Bumi atau tabrakan antara satu Bulan dengan Bulan lainnya ini membentuk sebuah Bulan yang lebih besar." Untuk memeriksa seperti apa ketika Bumi memiliki serangkaian Bulan, Prof. Perets melakukan 800 simulasi komputer yang berbeda.
Model teori baru ini nyatanya sejalan dengan pemahaman ilmiah tentang pembentukan Bumi. Dalam tahap pertumbuhan terakhirnya, Bumi mengalami banyak tumbukan raksasa dengan objek-objek semesta lainnya. Masing-masing tumbukan tersebut menyumbang banyak material untuk proto-Bumi menjadi Bumi yang saat ini kita huni.
"Kami percaya bahwa Bumi memiliki banyak Bulan sebelumnya," tambah Prof. Perets. Dengan kata lain, Bulan yang saat ini kita lihat adalah hasil dari tumbukan antara Bulan-bulan kecil yang pernah mengorbit Bumi, bukan dari benda sebesar Mars yang menabrak Bumi jutaan tahun silam.
Bukti teori baru ini mungkin terletak di inti Bulan itu sendiri. Jika memang Bulan terbentuk dari tabrakan antara Bulan-bulan lain, ini berarti bahwa Bulan yang ada di langit sekarang terbentuk selama jutaan tahun. Secara tidak langsung, ini menjelaskan juga bahwa Bumi dan Bulan memiliki material yang berbeda.