Bentangan Bimasakti yang tampak jelas dipotret oleh Reid Wiseman dari orbit Bumi. Kredit: NASA/IFLScience.com |
Di Bumi, ada atmosfer yang melindungi planet kita sehingga bintang-bintang tidak terlalu jelas terlihat. Sementara di luar angkasa sama sekali tidak ada atmosfer, sehingga bintang-bintang bakal terlihat lebih jelas di atas sana. Namun, hal tersebut hanya berlaku untuk mata manusia.
Tidak terlihatnya bintang-bintang pada latar foto yang dipotret di luar angkasa disebabkan oleh kurang sensitifnya kamera. Jika Anda seorang fotografer, atau minimal mengerti sedikit tentang dunia fotografi, Anda mungkin mengenal apa yang disebut sebagai eksposur.
Faktanya, walaupun berada di luar angkasa, bintang-bintang masih akan terlihat redup, sehingga kalah oleh cahaya yang dipantulkan oleh Bumi dan Bulan dari Matahari yang jauh lebih terang. Biasanya, di luar angkasa, para astronot mengambil gambar dengan kecepatan rana tinggi dan eksposur yang sangat singkat, hal ini membuat bintang-bintang latar belakang tak ikut terpotret.
Anda bisa membuktikan ini dengan mencoba mengambil foto langit malam dengan kamera yang diatur dengan rana tinggi dan eksposur cepat, berapa banyak bintang yang Anda lihat pada hasil fotonya? Lalu apa yang terjadi jika Anda mencoba untuk mengambil gambar dengan pengaturan eksposur panjang? Kedua hasil fotonya akan sangat berbeda.
Maka dari itu, baik di Bumi maupun di luar angkasa, untuk mendapatkan bintang pada latar foto, kamera harus kita atur dengan diafragma lensa ke bukaan besar f.3,5, ISO atur tertinggi 3200 atau 6400, dan rana atur ke 30" dan jangan lupa atur kamera kita ke mode manual. Untuk white balance, atur ke mode Auto.
Hasilnya? Anda bisa lihat sendiri di atas artikel ini, sebuah foto yang dipotret astronot Reid Wiseman dari dalam Stasiun Luar Angkasa Internasional. Foto tersebut menunjukkan adanya bintang dan bahkan bentangan galaksi Bimasakti. Sementara itu, inilah hasil jepretan astrofotografer kami, Martin Mathadinata, dengan pengaturan kamera yang tidak jauh berbeda:
Bimasakti di langit Tanjungpandan, Belitung. Kredit: Martin Marthadinata |