Ilustrasi. Kredit: John Wise, Georgia Tech |
Lubang hitam supermasif diketahui tinggal di pusat-pusat setiap galaksi, termasuk galaksi kita sendiri, Bimasakti. Bagaimana lubang hitam supermasif tersebut muncul membuat para astrofisikawan bingung untuk waktu yang lama.
Sebuah model teoritis terbaru yang dikembangkan oleh astronom John Regan dan rekan-rekannya dari Dublin City University memberikan solusi menarik untuk menjelaskan bagaimana lubang hitam ini terbentuk dengan menggunakan radiasi dari galaksi tetangga sebagai katalis untuk membentuk bibit lubang hitam supermasif.
"Memahami bagaimana lubang hitam supermasif terbentuk dapat memberitahu kita tentang bagaimana evolusi galaksi, termasuk galaksi kita sendiri, mulai dari bagaimana galaksi terbentuk. berkembang, dan akhirnya seperti apa. Ini memberitahu kita tentang alam semesta di mana kita hidup," kata Regan.
Dalam simulasi komputer, ia dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa lubang hitam supermasif dapat dengan cepat tumbuh di sebuah protogalaksi jika sebuah protogalaksi terdekatnya memancarkan radiasi yang cukup untuk menghentikan laju pembentukan bintangnya.
Dengan menghentikan laju pembentukan bintang oleh protogalaksi tetangga, protogalaksi induk yang menerima radiasi dapat membentuk sebuah lubang hitam yang memakan sisa gas dan debu, bintang-bintang sekarat, dan lubang hitam kecil lainnya, hingga akhirnya menjadi lubang hitam supermasif.
"Ketika ada dua protogalaksi yang berada cukup dekat satu sama lain, radiasi kuat dari salah satu protogalaksi tersebut akan diserap oleh yang lain, sehingga membuat protogalaksi yang memancarkan radiasi tadi akan berhenti membentuk bintang," Regan dan rekan-rekannya menjelaskan.
"Galaksi yang menerima radiasi akan terus tumbuh besar. Namun, dengan cepat ia juga akan mencapai ambang kritis pembentukan lubang hitam raksasa yang tidak bisa dihindari," tambah mereka.
Menurt Dr. John Wise, dari Georgia Tech, yang merupakan salah satu anggota tim astronom ini, protogalaksi yang dapat memancarkan radiasi ke protogalaksi tetangganya tidak bisa berjarak terlalu dekat tapi juga tidak bisa terlalu jauh, mirip seperti prinsip zona Goldilocks.
Saat ini, Regan dan rekan-rekannya berharap untuk dapat menguji teori mereka ketika Teleskop Antariksa James Webb, sang suksesor Hubble, akan mulai beroperasi di orbit Bumi mulai tahun depan.
Temuan tim ini telah dipublikasikan secara online pada 13 Maret 2017 di jurnal Nature Astronomy.