Jupiter dipotret oleh wahana antariksa Juno. Kredit: NASA/SwRI/MSSS |
Hal tersebut diketahui setelah sekelompok astronom tersebut meneliti Jupiter yang ternyata memiliki inti berbatu yang terbentuk kurang dari satu juta tahun setelah pembentukan tata surya. Dalam waktu 2 atau 3 juta tahun, inti berbatu itu tumbuh hingga 50 kali massa Bumi.
Untuk meneliti lebih jauh terkait proses pembentukan Jupiter, sekelompok astronom ini lantas mengambil sampel material dari sebuah meteorit kuno. Mereka menganalisa usia meteorit kuno yang merupakan meteorit besi tertentu yang telah jatuh ke Bumi. Usia ini ditentukan dengan mengukur limpahan molibdenum dan isotop tungsten.
Penelitian ini menunjukkan bahwa meteorit besi tersebut berasal dari dua "waduk" yang terpisah secara spasial selama 2 juta sampai 3 juta tahun, dimulai sekitar 1 juta tahun setelah tata surya terbentuk. "Mekanisme yang paling masuk akal untuk pemisahan yang efisien ini adalah pembentukan Jupiter," tulis para peneliti dalam jurnal penelitiannya.
Para astronom ini mengungkapkan, tata surya dimulai sebagai piringan debu dan gas pada 4,6 miliar tahun lalu. Muncul kemudian planet pertama sebagai raksasa gas, diikuti dengan planet dengan kandungan berbatu dan logam seperti Bumi. Jupiter merupakan planet yang terbesar.
Meskipun sebagian besar terdiri dari gas, namun Jupiter memiliki massa 300 kali lipat ketimbang Bumi. Oleh karena itu, astronom menduga planet ini adalah yang tertua, yang bisa meraup lebih banyak bahan dari piringan gas sebelum planet 'adik-adiknya' muncul.
Penelitian ini menyebutkan bahwa Jupiter terbentuk cukup awal dalam sejarah pembentukan tata surya, namun usia planet raksasa gas tersebut yang sebenarnya tetap menjadi misteri.
Tingkat pertumbuhan Jupiter melambat setelahnya. Raksasa gas tersebut tidak mampu mencapai 50 massa Bumi sampai minimal 3 juta sampai 4 juta tahun setelah formasi Matahari. Jupiter yang merupakan planet tertua di tata surya saat ini berukuran sekitar 318 kali lebih masif dari Bumi.
Sumber: Phys.org, IFLScience.