Akses artikel Premium dengan menjadi member BelajarAstro KLUB, daftar di sini!

Saran pencarian

Mengenal Siklus Kehidupan Bintang

Bintang-bintang yang biasa kita amati di langit malam juga memiliki siklus kehidupan, sehingga tidak serta-merta ada di alam semesta, melainkan berasal dari sebuah awan gas dan debu antarbintang. Mari mengenal siklus kehidupannya.
Info Astronomy - Bintang-bintang yang biasa kita amati di langit malam juga memiliki siklus kehidupan, sehingga tidak serta-merta ada di alam semesta, melainkan berasal dari sebuah awan gas dan debu antarbintang. Mari mengenal siklus kehidupannya.

Diketahui, tahap awal dari seluruh bintang, termasuk Matahari kita, dimulai saat daerah padat di awan gas dan debu antarbintang atau disebut sebagai nebula yang mulai menyusut dan menghangat. Pembentukan bintang biasanya terjadi karena adanya keruntuhan gravitasi pada nebula tersebut.

Keruntuhan gravitasi tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam peristiwa seperti tabrakan galaksi atau ledakan supernova. Setiap nebula di alam semesta dapat melahirkan beberapa lusin sampai ribuan bintang sekaligus jika mengalami keruntuhan gravitasi.

Untuk membentuk bintang seperti Matahari kita, yang berdiameter sekitar 1.391.000 kilometer, dibutuhkan sekumpulan awan gas dan debu yang seratus kali lebih besar dari ukuran tata surya kita. Ini baru permulaan. Setelah sejumlah besar gas dan debu berkerumun, mereka membentuk apa yang kita sebut sebagai protobintang.

Bagi Matahari kita, maupun bintang-bintang dengan massa yang sama dengan Matahari kita, fase protobintang akan berakhir setelah sekitar 100.000 tahun dari sejak pertama terbentuk. Setelah itu, protobintang akan berhenti tumbuh dan cakram material di sekitarnya akan hancur oleh radiasi.

Fase selanjutnya adalah, jika protobintang tidak berhasil memperoleh cukup massa, maka ia akan menjadi bintang gagal; sebuah katai cokelat akan terbentuk. Benda-benda kecil yang malang ini adalah objek subbintang yang tidak mampu mempertahankan reaksi fusi hidrogen di inti mereka, karena massa mereka tidak mencukupi.

Sebuah katai cokelat terlalu besar untuk disebut planet, tapi sayangnya terlalu kecil untuk disebut bintang. Sampai tahun 1995, mereka hanya sebuah konsep teoritis. Namun sekarang para astronom telah banyak menemukan katai cokelat.
Lain halnya bila sang protobintnag tadi mendapatkan massa yang cukup besar, maka ia akan mampu menyatukan atom hidrogen menjadi helium, dan selanjutnya akan memasuki fase di mana Matahari kita saat ini berada, fase deret utama (main sequence).

Bintang-bintang yang masuk ke fase deret utama akan menikmati sebagian besar hidupnya dalam fase tersebut. Pada titik ini, fusi nuklir para inti bintang akan mengubah hidrogen menjadi helium. Bintang-bintang deret utama cenderung stabil karena tekanan cahaya energinya dapat menyeimbangkan dirinya dari keruntuhan gravitasi.

Diketahui, sekitar sembilan dari sepuluh bintang di alam semesta adalah bintang yang berada dalam fase deret utama. Bintang-bintang yang ada di fase ini bisa memiliki massa mulai dari sepersepuluh dari massa Matahari kita hingga 200 kali lebih besar dari Matahari kita, dan berapa lama bintang akan bertahan dalam fase deret utama akan bergantung pada ukurannya.

Sebuah bintang dengan massa yang lebih tinggi biasanya memiliki lebih banyak material untuk kehidupannya, sehingga akan memiliki periode kehidupan yang lebih singkat atau lebih cepat karena suhu inti yang lebih tinggi yang disebabkan oleh gaya gravitasi yang lebih besar.

Bintang seukuran Matahari kita akan menghabiskan sekitar 10 miliar tahun dalam fase deret utama, tapi bintang yang 10 kali lebih besar dari ukuran Matahari kita hanya mampu bertahan sekitar 20 juta tahun.

Setelah fase deret utama berakhir, maka sebuah bintang akan masuk ke fase di mana ia menjadi bintang raksasa merah. Raksasa merah adalah bintang yang sekarat dan merupakan salah satu tahap terakhir dari evolusi bintang tersebut.

Dalam waktu beberapa miliar tahun lagi, Matahari kita akan mengembang menjadi raksasa merah, diameternya akan membesar sehingga bakal melahap planet-planet mulai dari Merkurius hingga Mars (jangan khawatir, kita kemungkinan sudah mati sebelum hal itu terjadi).

Setelah bintang berhenti mengubah hidrogen menjadi helium melalui fusi nuklir, gravitasi akan mengambil alih. Semuanya akan runtuh pada fase ini. Bintang raksasa merah bakal mencapai diameter yang luar biasa besar: 100 juta sampai 1 miliar kilometer.
Energi dari bintang yang sekarat ini akan tersebar ke area yang lebih luas. Bintang akan memiliki suhu yang lebih rendah dari sebelumnya. Perubahan suhu tersebut menyebabkan bintang akan bersinar lebih ke arah spektrum merah; Inilah yang memberi nama raksasa merah.

Bagaimana sebuah bintang mati nantinya akan tergantung pada ukurannya. Pertama, mari kita bahas kematian bintang yang lebih kecil, yakni bintang yang memiliki massa yang lebih kecil atau setara sekitar delapan kali massa Matahari kita. Pada proses akhir evolusinya, bintang kecil tersebut (termasuk Matahari kita) tidak akan meledak, melainkan berevolusi menjadi katai putih.

Katai putih merupakan sisa-sisa dari bintang tua yang mati, ia memiliki struktur yang sangat padat. Satu sendok teh materi katai putih bobotnya setara dengan seekor gajah, atau sekitar 5,5 ton. Diameter katai putih sangatlah kecil, yakni hanya 0,01 kali Matahari kita, tapi massanya hampir setara Matahari kita.

Setelah puluhan atau bahkan ratusan miliar tahun, katai putih akan mendingin sampai menjadi katai hitam, yang tidak bisa terlihat lagi karena ia memancarkan radiasi pada suhu yang sama dengan latar belakang gelombang mikro kosmis.

Selanjutnya, mari kita bahas bintang yang lebih besar, yakni bintang dengan setidaknya lebih besar dari delapan kali massa Matahari. Bintang-bintang besar ini akan mengalami kematian yang jauh lebih hebat, dan tampaknya jauh lebih indah.

Bintang-bintang besar, di tahap akhir evolusinya, akan meledak dalam supernova saat kehabisan bahan bakarnya. Ketika supernova meledak, mereka melemparkan isi perut mereka ke ruang angkasa dengan kecepatan 9.000 sampai 25.000 mil per detik.

Ledakan ini menghasilkan banyak material di alam semesta termasuk beberapa elemen berat seperti besi, yang membantu membentuk diri kita hingga planet seperti Bumi kita. Jadi bila ada seseorang yang memiliki sifat keras bagaikan besi, itu adalah sifat alamiah mereka karena kita terbentuk dari elemen berat akibat ledakan supernova miliaran tahun yang lalu.

Setelah ledakan supernova, sisa inti bintang yang tertinggal bisa membentuk lubang hitam atau bintang neutron, yang keduanya sangat merusak tapi juga sangat indah. Bintang neutron sulit ditemukan dan sangat misterius. Bintang neutron diperkirakan hanya memiliki diameter seukuran kota Jakarta, tapi sangat padat: jika Anda bisa mengambil massa Matahari kita, melipatgandakannya, dan kemudian menyusutkannya seukuran Jakarta, maka itulah kira-kira betapa padatnya bintang neutron.

Satu meter kubik bintang neutron beratnya kurang dari 400 miliar ton. Semua kepadatan itu membuat gravitasi permukaan bintang neutron benar-benar sangat besar.
Sebagai alternatif, apa yang tersisa setelah supernova bisa menjadi sebuah lubang hitam. Lubang hitam juga merupakan benda misterius di alam semesta. Sebuah lubang hitam dapat memiliki sejumlah besar massa namun diameternya sangat kecil sehingga memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menarik apapun termasuk cahaya.

Benda misterius ini dapat memperlambat waktu dan merobek tubuh Anda jika berada terlalu dekat dengannya. Sejauh ini, tidak ada yang bisa lepas dari tarikan lubang hitam saat mencapai cakrawala peristiwanya. Setiap material yang memasuki lubang hitam tidak akan pernah terlihat lagi.

Jadi, itulah siklus kehidupan bintang di alam semesta. Lain kali ketika Anda sedang melihat taburan bintang-bintang di langit, ingatlah, beginilah cara mereka diciptakan dan bagaimana mereka akan mati.


Sumber & referensi: Telescope.org, Universe Today, National Schools' Observatory.
Ada perlu? Hubungi saya lewat riza@belajarastro.com