Ilustrasi pemandangan dari salah satu planet di sistem TRAPPIST-1. Kredit: ESO/M. Kornmesser |
Studi yang dipublikasikan di The Astrophysical Journal tersebut berfokus pada delapan sifat yang berbeda dari bintang, seperti rotasi, magnetisme, warna, dan komposisi. Hal ini memungkinkan para astronom untuk mencari tahu berapa usia sebuah bintang beserta sistem keplanetan yang mengitarinya.
Sistem TRAPPIST-1 terdiri dari tujuh planet ekstrasurya ukuran Bumi, masing-masing mengorbit bintang kerdil merah kecil di pusat sistem dalam hitungan hari. Tapi orbitnya tidak acak. Ketujuh planet ini mengorbit bintang induknya secara sinkron dengan resonansi orbital, sehingga perputaran kesemuanya seimbang satu sama lain.
Ketujuh planet ini juga begitu dekat dengan bintang induk mereka, sehingga semua planet ini mengalami apa yang disebut sebagai penguncian gravitasi. Seperti Bulan terhadap Bumi, hanya satu wajah planet-planet ini saja yang selalu menghadap ke bintang induknya, sementara sisi lainnya mengalami malam secara terus-menerus.
Perbandingan orbit sistem Galilean, TRAPPIST-1, dan Tata Surya kita. Kredit: ESO |
Dari semua aspek penelitian ini, tim astronom ini dapat menentukan bahwa TRAPPIST-1 sudah berusia cukup tua, yang mana kemungkinan saat ini berusia antara 5,4 hingga 9,8 miliar tahun. Dengan begitu, usia ini merupakan usia yang dua kali lebih tua dari Tata Surya kita sendiri, yang diketahui baru terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.
Hasil ini bertentangan dengan perkiraan yang dipegang sebelumnya, yaitu sistem TRAPPIST-1 diklaim baru berusia sekitar 500 juta tahun. Klaim awal tersebut didasarkan pada fakta bahwa butuh waktu lama untuk sebuah bintang bermassa rendah seperti TRAPPIST-1 (yang memiliki kira-kira 8% massa Matahari kita) untuk berkontraksi dengan ukuran minimumnya.
Namun, dengan usia yang sudah hampir 10 miliar tahun, sistem bintang TRAPPIST-1 ini hampir sama tuanya dengan alam semesta itu sendiri!
Implikasi dari penelitian ini bisa sangat signifikan. Pertama, bintang yang berusia lebih tua kurang aktif melontarkan suar radiasi dibandingkan dengan yang lebih muda. Dari studi mereka, Burgasser dan rekan-rekannya pun mengkonfirmasi bahwa TRAPPIST-1 relatif tenang dibandingkan bintang kerdil merah lainnya.
Namun, karena planet-planet yang mengorbit bintang TRAPPIST-1 begitu dekat, mereka telah terpapar radiasi sejak miliaran tahun pada saat ini. Membuatnya tetap berbahaya bagi kehidupan seperti yang kita kenal untuk tumbuh.
Ilustrasi tujuh planet yang mengitari bintang TRAPPIST-1. Kredit: ESO |
Namun, usia tua tidak berarti bahwa atmosfer planet telah benar-benar terkikis. Mengingat bahwa planet-planet di sistem TRAPPIST-1 memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada Bumi, ada kemungkinan bahwa waduk besar molekul volatil seperti air di permukaan planet dapat menghasilkan atmosfir tebal yang akan melindungi planet dari radiasi berbahaya.
Atmosfer yang tebal juga bisa membantu mendistribusikan panas ke sisi gelap dari planet yang terkunci gravitasi ini, meningkatkan kelaikhunian planet tersebut. Tapi, perlu diingat, ini juga bisa menjadi bumerang, di mana atmosfer tebal dapat membuat efek rumah kaca, menyebabkan permukaan planet menjadi terlalu panas seperti yang terjadi pada Venus.
"Jika ada kehidupan di planet-planet ini, saya akan berspekulasi bahwa mereka merupakan kehidupan yang ekstrem karena harus mampu bertahan dari beberapa skenario yang mengerikan selama miliaran tahun," kata Burgasser.
Untungnya, bintang-bintang bermassa rendah seperti TRAPPIST-1 memiliki suhu dan kecerahan yang relatif konstan selama triliunan tahun. Daya tahan bintang-bintang kecil seperti TRAPPIST-1 diprediksi akan jauh lebih lama dari pada usia 13,7 miliar tahun alam semesta (Matahari, sebagai perbandingan, memiliki masa kehidupan sekitar 10 miliar tahun saja).
"Bintang jauh lebih masif daripada Matahari akan mengkonsumsi material mereka dengan cepat, sehingga kala hidupnya hanya selama jutaan tahun lalu meledak sebagai supernova," kata Eric Mamajek, salah satu astronom dalam penelitian ini. "Tapi TRAPPIST-1 seperti lilin yang menyala perlahan dan akan bersinar sekitar 900 kali lebih lama dari bintang-bintang yang lebih besar."
Beberapa petunjuk lain yang digunakan Burgasser dan rekan-rekannya untuk mengukur usia TRAPPIST-1 adalah mencari tahu seberapa cepat bintang tersebut bergerak mengorbit pusat Bimasakti. Sebab, bintang yang lebih cepat mengitari pusat galaksi kita cenderung berusia lebih tua. Hasilnya, TRAPPIST-1 memang mengorbit pusat galaksi dengan kecepatan yang relatif cepat.
Observasi di masa mendatang dengan Teleskop Antariksa James Webb milik NASA akan dapat mengungkapkan apakah planet-planet ini memiliki atmosfer dan apakah atmosfernya mirip seperti Bumi.
Sumber: Universe Today, NASA JPL.