Bulan. Kredit: NASA/Wikimedia Commons |
Ya, dengan kata lain, air tampaknya hadir di sisi siang maupun sisi malam di Bulan. Namun, para ilmuwan juga mencatat bahwa air tampaknya sebagian besar terdiri atas OH (molekul hidroksil reaktif, bukan H2O seperti air di Bumi), dan mungkin air ini tidak mudah diakses.
Diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience, penemuan ini bisa memberikan para ilmuwan pemahaman yang lebih baik tentang asal-usul air di Bulan serta bagaimana penyebarannya. Tidak hanya itu, namun informasinya juga bisa menjadi aset besar bagi misi masa depan ke satu-satunya satelit alami milik Bumi kita tersebut.
Selain itu, karena semakin banyak lembaga dan perusahaan antariksa yang berencana untuk mengeksplorasi Bulan serta bahkan mendirikan pangkalan di Bulan, air ini berpotensi untuk digunakan sebagai air minum atau bahkan diubah menjadi bahan bakar roket dengan memisahkan hidrogen dan oksigennya.
Walau begitu, temuan ini rupanya bertentangan langsung dengan pemahaman awal kita tentang air di Bulan. Dilansir Phys.org, studi sebelumnya menunjukkan bahwa air di Bulan lebih banyak terdeteksi di garis lintang kutub Bulan.
Namun, sains bersifat dinamis. Penelitian sebelumnya yang dirasa tidak cocok dengan hasil pengamatan terkini akan digugurkan, diganti dengan hasil penelitian terbaru yang lebih bisa diterima secara luas karena memiliki bukti-bukti yang kuat dan lebih banyak.
"Kami menemukan yang tak masalah kapan atau lintang mana yang kami amati, sinyal yang mengindikasikan keberadaan air rupanya selalu tampak di seluruh permukaan Bulan," kata penulis utama studi tersebut, Joshua Bandfield dalam pernyataan persnya, dilansir NASA.
"Keberadaan air tampaknya tak tergantung pada komposisi suatu lokasi permukaan Bulan, serta keberadaan airnya tetap di tempat (tidak berubah-ubah seperti penelitian sebelumnya)," sambung Bandfield.
Bandfield dan rekan-rekannya mengetahui hal ini setelah membuat model rinci dari pengukuran yang dilakukan oleh instrumen Diviner yang disematkan pada wahana antariksa Lunar Reconnaissance Orbiter, serta dengan instumen Moon Mineralogy Mapper, spektrometer inframerah yang disematkan pada wahana antariksa Chandrayaan-1 milik India.
Walau begitu, pawa ilmuwan masih kebingungan bagaimana air bisa sampai ke Bulan. Gagasannya, molekul air di Bulan tercipta oleh angin matahari, partikel bermuatan yang bergerak dari matahari ke seluruh tata surya, yang menumbuk permukaan Bulan.
Gagasan lain memperkirakan bahwa molekul air memang telah tersembunyi di dalam mineral yang tercipta saat awal Bulan terbentuk miliaran tahun lalu.
Mengutip Futurism, di luar potensi penemuan ini yang dapat memperluas pengetahuan manusia dan kemampuan kita untuk hidup dan menggunakan sumber daya di Bulan, temuan ini juga memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami bagaimana air dapat ada di objek kosmis berbatu lainnya.
Planet ekstrasurya misalnya. Sejauh ini, saat para ilmuwan meneliti planet-planet asing tersebut, mereka masih kesulitan untuk mengklarifikasi kondisi permukaannya secara konkret. Mungkin instrumen penginderaan jauh dan teknik analisis baru seperti yang digunakan untuk penelitian ini dapat memperbaiki pengamatan semacam itu nantinya.