Ilustrasi. Kredit: Lock dkk. |
Teori terbaik saat ini tentang bagaimana Bulan terbentuk adalah, sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, planet kita ditabrak oleh objek lain seukuran Mars yang disebut Theia. Teori ini berpendapat bahwa tabrakan tersebut telah meluluhlantarkan proto-Bumi menjadi dua bongkahan objek raksasa. Bongkahan yang lebih besar lambat laun menjadi Bumi, sementara bongkahan yang lebih kecil menjadi Bulan.
Namun, ada satu masalah dalam teori ini, yakni masih belum dapat menjelaskan komposisi Bulan dengan benar. Lock dan rekan-rekannya pun kemudian mulai mempertimbangkan kemungkinan lain. Mereka mengemukakan sebuah teori yang diyakini bisa menjelaskan beberapa komposisi dan fitur-fitur permukaan Bulan yang menurut mereka tidak sesuai dengan penjelasan teori pembentukan Bulan yang sudah ada.
Dalam sebuah makalah penelitiannya yang diterbitkan dalam Journal of Geophysical Research, Lock dan rekan-rekannya menjabarkan bahwa Bulan mungkin terbentuk pada awan gas dan debu yang sangat besar dan panas. Awan gas dan debu tersebut diperkenalkan dengan nama sinestia.
Dilansir IFLScience, Lock dan rekan-rekannya berhipotesis bahwa ketika tabrakan besar antara proto-Bumi dan Theia terjadi, material pada proto-Bumi menguap, membentuk sinestia.
Sinestia pada dasarnya adalah struktur berbentuk mirip donat raksasa yang terdiri dari material super panas. Sinestia bisa terbentuk ketika dua objek seukuran planet bertabrakan. Suhu di dalam sinestia bisa mencapai 3.700 derajat Celsius, dengan tekanan yang amat sangat tinggi.
Menurut hasil penelitian Lock dan rekan-rekannya, sinestia bisa menyusut dengan cepat meski masih memancarkan panas. Mereka hanya dapat bertahan dalam ratusan tahun, sebuah waktu yang relatif singkat dalam skala alam semesta.
Ilustrasi bagian dalam sinestia. Kredi: Lock dkk |
Menurut studi ini, Bulan terbentuk di dalam sinestia Bumi, bukan terbentuk pada cakram protoplanet yang berasal dari hasil tabrakan proto-Bumi dengan Theia.
"Penelitian baru ini bisa menjelaskan fitur komposisi Bulan yang sulit dipecahkan dengan teori yang sudah ada saat ini," kata Sarah Stewart, salah satu ilmuwan dalam studi ini, dikutip dari Science Alert. "Secara kimiawi, Bulan hampir mirip dengan Bumi, namun tetap ada beberapa perbedaan, inilah model pertama yang bisa menjelaskan komposisi Bulan."
Ya, Bulan dan Bumi terdiri dari unsur-unsur serupa, namun ada beberapa perbedaan yang tetap membingungkan. Misalnya, relatif terhadap Bumi, Bulan kurang berlimpah dalam hal unsur-unsur yang mudah menguap seperti tembaga, kalium, natrium dan seng. "Belum ada penjelasan yang memuaskan untuk ini," kata Lock.
Lock dan rekan-rekannya mempertanyakan mengapa ada perbedaan dalam jumlah kandungan jika Bumi dan Bulan dulunya menyatu. Inilah yang kemudian menjadi dasar sebuah teori baru tentang bagaimana Bulan terbentuk dari sinestia.
"Orang-orang telah mengajukan berbagai hipotesis tentang bagaimana Bulan bisa terbentuk dengan sedikit kandungan volatil, tapi tidak ada yang mampu secara kuantitatif mencocokkan komposisi Bulan."
Dalam teori dari Lock dan rekan-rekannya ini, Theia dianggap pernah ada dan bertabrakan dengan proto-Bumi, namun material dari tabrakan ini tidak membentuk cakram yang pada akhirnya berevolusi menjadi Bulan, melainkan menciptakan sinestia tadi.
Dinukil dari EurekAlert, sekitar 10 persen dari bagian proto-Bumi telah mengalami penguapan menjadi sinestia dan sisanya menjadi batuan cair di dalam sinestia. Batuan cair inilah yang menjadi cikal bakal dari Bulan.
Pada awalnya, batuan cair yang berukuran relatif kecil tersebut mengorbit tak jauh dari pusat sinestia. Saat sinestia mulai mendingin, material super panas dari sinestia akan menghujani cikal bakal Bulan tadi. Hingga akhirnya, keseluruhan sinestia akan mengembun, dan yang tersisa darinya adalah dua objek besar yang terbentuk dari batuan cair, yang kini menjadi Bumi dan Bulan.
Perbedaan unsur volatil pada Bumi dan Bulan dapat dijelaskan karena saat pembentukannya di dalam sinestia, Bulan dikelilingi oleh tekanan uap yang sangat tinggi. Ditambah dengan suhu yang amat sangat panas, maka kondisi ini akan menguapkan unsur-unsur volatil yang dimaksud.
Walau begitu, teori ini masih belum bisa menggantikan teori pembentukan Bulan sebelumnya. Masih diperlukan proses verifikasi panjang dan pengumpulan bukti yang banyak untuk bisa menggusur teori sebelumnya.