Ilustrasi. Kredit: ESO/M. Kornmesser |
Studi yang diterbitkan dalam Astrophysical Journal tersebut berfokus pada pemodelan skenario iklim realistis berdasarkan komposisi kimia atmosfer primordial planet dan radiasi yang dipancarkan oleh sang bintang kerdil merah.
Walaupun kerdil merah lebih adem dan lebih kecil daripada bintang deret utama seperti Matahari kita, tetapi jenis bintang ini lebih aktif. Ditambah fakta bahwa planet-planet di sistem TRAPPIST-1 mengorbit sangat dekat dengannya (lebih dekat dari jarak Merkurius mengorbit Matahari), maka efek radiasinya bisa cukup berbahaya.
Ketujuh planet diberi label dari b hingga h berdasarkan jaraknya dari bintang. TRAPPIST-1 b diyakini terlalu panas untuk bahkan memiliki awan. Planet c dan d mendapatkan lebih banyak cahaya bintang induk daripada yang diterima Venus dari Matahari, sehingga para astronom meyakini bahwa mereka mungkin sangat panas.
Sistem TRAPPIST-1. Kredit: NASA |
Sementara itu, tiga planet sisanya, TRAPPIST-1 f, g, dan h juga diperkirakan merupakan planet mirip Venus, planet panas dengan efek rumah kaca yang berlebihan, atau mungkin merupakan planet yang sangat dingin hingga air dalam bentuk cair tidak dapat eksis.
"Kami menemukan bahwa planet-planet TRAPPIST-1 memiliki atmosfer yang tidak familiar, tidak seperti yang kita lihat di tata surya," kata pemimpin studi ini, Andrew Lincowski, seorang astronom dari Universitas Washington, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dilansir IFLScience.
"Kami melakukan penelitian ini untuk menunjukkan seperti apa jenis atmosfer yang beragam. Hal ini dapat memberi kita wawasan tentang evolusi planet, khususnya di sekitar bintang yang sangat berbeda dengan Matahari kita."
Saat ini, penelitian terhadap sistem TRAPPIST-1 masih terus berlanjut. Para astronom berharap bisa menggunakan Teleskop Antariksa James Webb, yang akan diluncurkan pada 2021, untuk dapat secara langsung mengamati atmosfer planet-planet ini.