Matahari. Kredit: Science Photo Library |
Matahari bukan hanya objek yang dominan di langit pada siang hari, melainkan juga merupakan sumber dari hampir semua cahaya dan energi yang mendukung kehidupan di Bumi untuk terus ada dan berkembang. Selain itu, karena jaraknya yang dekat, Matahari memberikan kesempatan yang sangat baik bagi para astronom untuk memperdalam pemahaman mereka tentang bintang.
Hal paling mendasar: Matahari adalah Bintang
Apakah ini pertama kalinya kamu tahu bahwa Matahari adalah bintang? Tidak adap, bukan masalah. Kita lebih sering menganggap bahwa bintang-bintang itu munculnya malam hari. Padahal, Matahari adalah salah satu dari miliaran bintang yang kita amati di malam hari itu.Hanya saja, jarak Matahari lebih dekat dengan Bumi dibanding bintang-bintang lainnya. Hal itu membuat cahayanya sangat terang menyinari Bumi, membuat Bumi mengalami "siang hari" ketika Matahari muncul di langit.
Matahari sejauh ini merupakan objek terbesar di tata surya kita, 99% massa total tata surya adalah Matahari. Namun, ia bukan bintang yang terbesar di alam semesta. Pengamatan terhadap bintang-bintang lain di alam semesta oleh para astronom menunjukkan bahwa Matahari tergolong dalam bintang "normal", alias biasa-biasa saja.
Mengapa biasa saja? Sebab Matahari memiliki massa (2 × 10^30 kilogram), luminositas (4 × 10^20 megawatt), dan suhu (5.500 derajat Celsius) yang memang tergolong dalam jenis rata-rata bintang di alam semesta. Ia juga salah satu dari sekitar 100 miliar bintang serupa di Bimasakti, jadi tidak terlalu spesial.
Matahari bisa bersinar melalui proses yang dikenal sebagai reaksi fusi termonuklir, yang mengubah unsur hidrogen menjadi helium di intinya. Proses berubahnya hidrogen menjadi helium yang masih terjadi di inti Matahari tersebut mengindikasikan bahwa ia merupakan jenis bintang deret utama.
Kedekatan Matahari dengan Bumi memungkinkan para astronom untuk bisa mempelajari fenomena di atmosfer Matahari yang terlalu kecil atau terlalu redup bila diamati di bintang terdekat selain Matahari.
Beberapa fitur yang paling menarik dan kompleks yang diamati dari Matahari adalah bintik matahari. Pertama kali dilihat oleh Galileo Gelilei pada tahun 1613 dengan teleskopnya, bintik matahari merupakan fitur yang muncul pada permukaan Matahari sebagai bintik-bintik hitam kecil.
Rona hitam pada bintik matahari sendiri diketahui berasal dari suhu yang lebih rendah dari area di sekitarnya, yakni sekitar 3.700 derajat Celsius. Sebuah bintik matahari umumnya bisa terbentuk dan bertahan selama sekitar satu bulan, mereka terbentuk akibat adanya ketidakseimbangan suhu yang ditempa oleh medan magnet yang kuat pada Matahari.
Pengamatan juga menunjukkan bahwa jumlah bintik matahari dan lokasinya di permukaan Matahari rupanya bervariasi secara semi-periodik dalam siklus surya yang berlangsung selama 11 tahun sekali. Pada awal siklus, bintik matahari dapat terbentuk pada area 30 derajat dari ekuator Matahari.
Lalu pada pertengahan siklus, jumlah bintik matahari yang bisa diamati akan sangat banyak, dan biasanya mereka berkumpul pada area 15 derajat dari ekuator Matahari. Siklus tersebut dinyatakan berakhir apabila jumlah bintik matahari yang teramati sudah lebih sedikit dan cenderung terbentuk persis di ekuator Matahari.
Matahari mengembang? Akankah meledak?
Ya, memang benar bahwa Matahari sedang mengembang dan semakin cerah secara perlahan saat ini, dan itu adalah hal yang normal bagi sebuah bintang. Mengembangnya Matahari terjadi akibat adanya fusi hidrogen menjadi helium di intinya seperti yang sudah dijelaskan di atas.Karena proses fusi itu, jumlah hidrogen di inti Matahari berangsur menurun. Jadi, untuk menjaga laju pembangkitan energi tetap berjalan lancar, suhu dan kepadatan di inti Matahari akan naik. Efeknya adalah, energi yang dihasilkan akan membuat permukaan Matahari membesar dari waktu ke waktu.
Nantinya, ketika Matahari sepenuhnya kehabisan hidrogen dalam intinya (sekitar 5 miliar tahun lagi), reaksi fusi akan berhenti terjadi. Inti Matahari lantas akan berkontraksi (karena tidak menghasilkan energi), lalu memanas.
Apa yang terjadi setelah itu? Kalau sudah cukup panas, Matahari akan mulai membakar helium menjadi karbon (reaksi nuklir yang berbeda). Pada tahap ini, Matahari tidak lagi berada dalam jenis bintang deret utama, melainkan akan menjadi apa yang disebut sebagai bintang raksasa merah dan radiusnya akan cukup besar untuk menelan Bumi!
Fase raksasa merah tidak akan selamanya disandang Matahari, sebab ia juga akan kehabisan helium di intinya. Ketika ini terjadi, inti akan berkontraksi lagi, tetapi tidak akan pernah bisa cukup panas untuk mulai membakar elemen lain menjadi elemen lainnya.
Karena tidak adanya pembangkitan energi setelah itu, Matahari akan menyerah dari tarikan gravitasinya sendiri, ia akan melontarkan lapisan terluarnya, meninggalkan sisa intinya yang menjadi kerdil putih, jenis bintang padat yang berukuran sangat kecil (kira-kira seukuran Bumi).
Nebula planeter, Nebula Helix. Kredit: ESA/Hubble, NASA |
Matahari tidak akan meledak dalam peristiwa supernova. Massa Matahari terlalu kecil untuk bisa meledak dalam supernova. Sebuah bintang perlu setidaknya 8 kali massa Matahari, dan mungkin sebanyak 15 kali, untuk bisa menjadi supernova di akhir masa hidupnya.
Itulah Matahari, bintang terdekat Bumi kita yang sering terabaikan bahwa ia adalah bintang. Mungkin pada saat Matahari mati dan meninggalkan kita nanti, kita baru menyadari keberadaannya dahulu sangat berarti~
Sumber & Referensi:
- Hanslmeier, A. (2023). The Sun: The Star from Which We Live. In Fascination Astronomy: A cutting-edge introduction for all those interested in the natural sciences (pp. 141-176). Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg.
- Kumar Kalaiselvi, S., & Choi, V. (2024). Understanding the Importance of Stellar Birth and Evolution for a Comprehensive Understanding of the Sun and Other Stars. EarthArXiv eprints, X5SQ62.
- Kretzschmar, M. (2011). The Sun as a star: observations of white-light flares. Astronomy & Astrophysics, 530, A84.
- Reinhold, T., Shapiro, A. I., Solanki, S. K., Montet, B. T., Krivova, N. A., Cameron, R. H., & Amazo-Gómez, E. M. (2020). The Sun is less active than other solar-like stars. Science, 368(6490), 518-521.