Studi ini menjelaskan mengenai menembakkan sinar laser yang akan melengkung di sekitar lubang hitam. Tak hanya melengkung, tetapi laser tersebut nantinya juga akan memiliki energi tambahan untuk membantu mendorong sebuah pesawat antariksa mendekati kecepatan cahaya. Para astronom menyebut metode ini sebagai "halo drive".
Pemimpin utama studi ini, David Kipping, seorang astrofisikawan di Universitas Columbia di New York, AS, menyebut "halo drive" seperti sebuah exploit atau cheat dalam sebuah gim komputer.
"Dalam bermain gim komputer, kita pasti pernah menggunakan 'exploit', semacam peretasan yang memungkinkan kita melakukan sesuatu yang seharusnya dilarang dalam aturan main gim tersebut," kata Kipping seperti dilansir Space.com.
"Dalam hal ini, saya mencoba untuk berpikir tentang bagaimana 'exploit' di dunia nyata akan memungkinkan sebuah peradaban untuk bisa mencapai penerbangan antariksa dengan cepat, bolak-balik melintasi galaksi, tanpa biaya energi yang besar."
Di abad ke-21 ini, tantangan utama untuk menerbangkan roket ke luar angkasa adalah bahan bakarnya, atau propelan, yang jelas memiliki massa. Perjalanan jauh membutuhkan banyak propelan, yang berimbas pada roket yang semakin berat. Energi dan biaya semakin besar.
Nah, dalam studi Kipping dan rekan-rekannya ini, alih-alih membawa propelan banyak untuk propulsi, pesawat antariksa nantinya cukup dilengkapi dengan semacam layar seperti cermin yang dapat direfleksikan ke sebuah laser berkekuatan tinggi sebagai pendorongnya.
Terdengar keren? Jelas. Tapi apakah bisa dilakukan dalam waktu dekat? Belum tentu.
Tahun 2016 silam, sebuah proyek bernama Breakthrough Starshot berencana untuk menggunakan laser yang kuat untuk mendorong kawanan satelit menuju bintang Alpha Centauri, sistem bintang terdekat dengan tata surya kita. Dengan laser itu, Breakthrough Starshot mengklaim dapat mencapai kecepatan hingga 20 persen kecepatan cahaya.
Namun, satelit yang akan diluncurkan oleh Breakthrough Starshot ukurannya sangat kecil, hanya sebesar microchip. Untuk mempercepat pesawat antariksa yang berukuran lebih besar, kita tidak hanya bisa mengandalkan laser saja, melainkan harus mencari bantuan gravitasi.
Sejauh ini, telah banyak wahana antariksa yang menggunakan apa yang disebut sebagai "manuver ketapel", di mana gravitasi dari sebuah benda langit, seperti planet atau bulan, dapat bertindak sebagai katapel yang melemparkan wahana antariksa tersebut melintasi alam semesta dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya.
Ilustrasi manuver ketapel |
Namun, katapel Dyson sangat berisiko merusak pesawat antariksa akibat dari gaya gravitasi ekstrem dan radiasi berbahaya dari bintang-bintang mati tersebut. Nah, lain hal dengan Dyson, Kipping menunjukkan bahwa gravitasi memang bisa membantu pesawat antariksa meningkatkan kecepatannya, tapi dengan metode yang lain: energi sinar laser yang ditembakkan ke tepian lubang hitam.
Lubang hitam memiliki medan gravitasi yang sangat kuat sehingga tidak ada yang bisa menghindarinya begitu sebuah materi berada cukup dekat, bahkan cahaya pun tidak dapat lolos. Uniknya, medan gravitasi lubang hitam juga dapat mengubah jalur foton cahaya.
Pada tahun 1993, fisikawan Mark Stuckey menyarankan bahwa sebuah lubang hitam pada prinsipnya dapat bertindak seperti "cermin gravitasi", di mana gravitasi lubang hitam itu dapat mengayunkan foton untuk mengelilinginya hingga terbang kembali ke sumbernya.
Gimana? Gimana?
Sederhananya, bila kita bisa menembakkan sebuah laser berkekuatan tinggi menuju suatu titik di tepian lubang hitam, laser tersebut akan berbelok karena gravitasi dari lubang hitam. Tapi, alih-alih tertarik gravitasinya, laser yang kuat tersebut akan kembali ke titik di mana kita menembakkannya, tapi dengan kecepatan yang lebih cepat. Bila ada pesawat antariksa yang "tertembak" laser yang telah terakselerasi itu, maka sang pesawat bisa bergerak sangat cepat tanpa butuh banyak propelan.
Menggunakan metode "halo drive" ini, Kipping menemukan bahwa bahkan pesawat antariksa yang memiliki massa setara dengan massa Jupiter dapat mencapai kecepatan relativistik.
"Sebuah peradaban maju dapat mengeksploitasi lubang hitam sebagai titik awal perjalanan mengelilingi galaksi," tulisnya dalam sebuah studi yang diterbitkan di Journal of British Interplanetary Society.
Halo drive, menurut studi Kipping, hanya dapat bekerja di dekat lubang hitam, pada jarak sekitar 5 hingga 50 kali diameter lubang hitam. "Kita harus melakukan perjalanan ke lubang hitam terdekat terlebih dahulu," kata Kipping.
Teknologi seperti ini memang tampaknya masih mustahil bagi pemikiran kita, tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Dahulu kala, manusia berpikir bagaimana bisa kita terbang melintasi benua, tetapi teknologi bernama pesawat pun hadir.