Ya, rupanya ada jenis lubang hitam lain yang sayangnya belum berhasil untuk teramati, tetapi secara teoretis kemungkinan besar ada. Ialah lubang hitam purba.
Seperti namanya, lubang hitam purba terbentuk sejak masa-masa awal alam semesta, sekitar sepersekian detik setelah Big Bang, jauh sebelum bintang, galaksi, dan bahkan tiga jenis lubang hitam lainnya terbentuk.
Walaupun belum ditemukan keberadaannya, menurut Astronomy.com, para astronom bisa yakin bahwa lubang hitam ini ada karena dalam sepersekian detik setelah alam semesta bermula, ruang angkasa tidak sepenuhnya homogen (seragam di setiap titik). Sebaliknya, beberapa daerah di ruang angkasa pada masa itu ada yang lebih padat dan lebih panas daripada yang lain, dan daerah padat ini bisa saja runtuh oleh gravitasi menjadi lubang hitam.
Dengan kata lain, lubang hitam purba tidak terbentuk dari runtuhnya bintang masif seperti tiga jenis lubang hitam lainnya.
Tergantung pada kapan tepatnya dan di mana mereka terbentuk, lubang hitam purba dapat memiliki massa serendah 5 sampai 10 gram, atau 100.000 kali lebih kecil dari massa penjepit kertas, hingga sekitar 100.000 kali lebih masif dari massa Matahari kita.
Gagasan tentang lubang hitam kecil seperti ini sendiri telah membangkitkan minat astrofisikawan yang telah tutup usia, Stephen Hawking, yang sempat mengeksplorasi sifat-sifat mekanika kuantum lubang hitam purba.
Pada tahun 1974, setelah dengan teliti mempelajari mekanika kuantum lubang hitam, Hawking menemukan bahwa lubang hitam bisa menguap seiring waktu. Dari penemuan itu diketahui pula bahwa setiap lubang hitam purba dengan massa lebih dari 1012 kilogram (itu jauh lebih kecil daripada massa planet mana pun, planet kerdil, asteroid, dan komet paling terkenal di tata surya kita) masih ada hingga hari ini, sementara mereka yang massanya kurang dari itu bisa jadi sudah menghilang karena penguapan.
Dan tergantung pada berapa besar massa lubang hitam purba, masing-masing dari mereka yang tersisa hari ini dapat menjelaskan beberapa pertanyaan besar dalam astronomi yang belum terpecahkan.
Apa saja pertanyaan itu?
Kandidat Materi Gelap
Salah satu pertanyaan besar dalam astronomi tersebut adalah materi gelap. Meskipun membentuk sekitar 30 persen dari alam semesta kita, para astronom masih bingung mengenai apa sebenarnya materi gelap itu.Lubang hitam purba bisa jadi adalah jawabannya, atau setidaknya merupakan bagian dari materi gelap itu. Lubang hitam purba bisa menjadi jenis materi gelap yang disebut MACHO, yang merupakan akronim dari istilah "massive compact halo objects", atau "benda-benda halo yang padat dan masif".
Istilah itu diberikan karena jenis materi gelap ini banyak ditemukan di wilayah halo galaksi, atau bagian pinggiran dari galaksi. Lubang hitam purba yang menyamar menjadi MACHO semacam itu akan sulit dilihat, namun bisa menambah massa galaksi menjadi lebih besar daripada massa benda-benda yang terlihatnya.
Salah satu cara untuk menemukan MACHO adalah dengan menemukan peristiwa mikrolensa, yang terjadi ketika sebuah objek besar (katakanlah, lubang hitam) lewat di depan objek yang letaknya lebih jauh di belakangnya, seperti misalnya bintang atau galaksi.
Efek mikrolensa dari gravitasi lubang hitam tersebut akan membengkokkan cahaya dari bintang atau galaksi yang jauh di belakangnya, sehingga bintang atau galaksi yang seharusnya redup malah terlihat terang dan besar.
Sayangnya, efek mikrolensa itu jarang terjadi. Dan kalau pun terjadi hanya akan sebentar saja. Namun, jika berhasil menangkap cukup banyak efek mikrolensa, hal itu dapat memungkinkan para astronom untuk menentukan objek apa yang menghasilkan efek mikrolensa, yang pada akhirnya bisa saja para astronom menemukan lubang hitam purba.
Cara lain untuk mencari lubang hitam purba yang berukuran masif adalah melalui pengamatan peristiwa merger, atau bergabungnya dua atau lebih lubang hitam. Kita saat ini sudah memiliki sebuah observatorium gelombang gravitasi seperti LIGO dan VIRGO, yang juga telah banyak melihat beberapa merger lubang hitam.
Ketika dua atau lebih lubang hitam mengalami merger, mereka akan menghasilkan riak pada ruang-waktu, seperti riak pada air yang tenang ketika kita mencemplungkan batu. Dengan "melihat" riak gelombang gravitasi tersebut, para astronom dapat melacak kembali massa lubang hitam yang merger. Ketika massa diketahui dan cocok dengan teori lubang hitam purba, itulah momen penemuannya.
Ada di Tata Surya Kita?
Baru-baru ini, para astronom mempublikasikan sebuah studi yang menjelaskan bahwa kemungkinan ada lubang hitam purba di tata surya kita, yakni yang selama ini dianggap sebagai planet kesembilan.Dikemukakan potensi keberadaannya pada tahun 2016, planet kesembilan dengan massa 10 kali massa Matahari itu sangat sulit ditemukan. Namun, efek gravitasinya begitu nyata. Tercatat, sedikitnya ada enam objek-objek es kecil di tepian tata surya yang memiliki orbit aneh dalam mengitari Matahari, yang disinyalir merupakan efek gravitasi dari si planet kesembilan itu.
Sulitnya menemukan wujud planet kesembilan itu membuat para astronom berpikir bahwa objek misterius tersebut merupakan lubang hitam purba yang selama ini dicari-cari. Walau begitu, pengamatan lanjutan masih sangat diperlukan untuk pembuktiannya.
Benih-benih Supermasif
Selain dianggap menjadi kandidat materi gelap, lubang hitam purba juga bisa menjawab pertanyaan besar dalam astronomi mengenai bagaimana lubang hitam supermasif di pusat tiap-tiap galaksi di alam semesta bisa ada.Lubang hitam supermasif, yang bisa jutaan atau miliaran kali massa Matahari, kemungkinan tidak bisa terbentuk begitu saja oleh satu atau bahkan beberapa bintang yang meledak. Para astronom tidak tahu pasti bagaimana lubang hitam supermasif ini bisa ada di pusat tiap-tiap galaksi. Nah, salah satu kemungkinannya adalah mereka terbentuk dari lubang hitam purba yang telah ada sejak detik pertama alam semesta kita, menjadi benih agar supermasif bisa tumbuh.
Terlepas dari di mana atau bagaimana mereka nantinya akan ditemukan, lubang hitam purba dapat memberi tahu banyak wawasan baru bagi para astronom tentang alam semesta tempat kita hidup selama ini. Mereka bisa membuka informasi mengenai evolusi galaksi, fisika energi tinggi, dan bahkan memberi tahu keadaan paling awal dari sedetik setelah alam semesta terbentuk.