Walau begitu, fase kematian bintang memiliki proses yang berbeda-beda tergantung massanya. Menurut UniverseToday.com, bintang-bintang bermassa rendah seperti Matahari kita, misalnya, ketika kehabisan hidrogen untuk diubah menjadi helium dalam proses fusi nuklir di intinya, hanya akan membengkak menjadi bintang raksasa merah, mengubah helium menjadi karbon di intinya sampai heliumnya habis.
Selanjutnya, pada momen di mana helium di inti bintang bermassa rendah habis dan hanya tersisa elemen yang lebih berat, karbon, mereka akan runtuh oleh gravitasinya sendiri, melepaskan lapisan terluarnya sebagai nebula planeter dan meninggalkan intinya menjadi kerdil putih. Tanpa proses supernova.
Hal itu berbeda bagi bintang-bintang dengan massa yang lebih besar atau lebih masif daripada Matahari, yang saking masifnya membuat mereka dapat mencapai suhu yang cukup panas untuk tetap bisa membakar karbon menjadi unsur yang lebih berat lagi saat heliumnya habis.
Ketika bintang-bintang masif ini membakar karbon, permukaannya akan membengkak menjadi super raksasa merah, yang dalam 100.000 tahun setelah itu akan mengalami supernova. Dan tahukah kamu apa bintang super raksasa merah paling terang di langit malam dan salah satu yang paling dekat dengan Bumi? Yap, Betelgeuse.
Baca Juga: Betelgeuse Meredup, Tanda Akan Meledak?
Dengan jaraknya yang mencapai 640 tahun cahaya dari planet kita, menurut Forbes Science, Betelgeuse bisa jadi sudah meledak dalam supernova sejak abad ke-14 silam, namun cahaya supernovanya belum bisa kita deteksi sampai hari ini karena jaraknya yang jauh itu.
Betelgeuse merupakan salah satu dari sepuluh bintang paling terang di langit dalam cahaya tampak, namun hanya 13% dari keluaran energinya yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Jika saja mata kita mampu melihat seluruh spektrum elektromagnetik, termasuk inframerah, Betelgeuse akan menjadi bintang paling terang di langit malam, mengalahkan setiap bintang apapun.
Diameter Betelgeuse sendiri mencapai 900 kali diameter Matahari kita. Jika ia menggantikan Matahari sebagai pusat edar tata surya, permukaannya akan menelan Merkurius, Venus, Bumi, Mars, dan bahkan sabuk asteroid. Ditambah lagi, Betelgeuse juga merupakan bintang variabel yang berdenyut, sehingga diameternya dapat berubah seiring waktu.
Saat ini, Betelgeuse sedang mengalami fase kehilangan massa, fase di mana reaksi fusi nuklir yang intens pada intinya mulai "menendang" lapisan-lapisan terluarnya. Pengamatan melalui gelombang radio terhadap Betelgeuse menemukan bahwa lontaran lapisan terluar sang bintang dapat meluas dengan area seluas jarak Matahari ke Neptunus.
Dalam hal massa, tidak diketahui secara pasti seberapa masif bintang ini, namun diperkirakan massanya 12 hingga 20 kali Matahari kita. Massa sebesar itu mengindikasikan bahwa kala hidup bintang seperti Betelgeuse sangat sebentar (dalam skala kosmis), yakni mungkin hanya sekitar 10 juta tahun saja (dibandingkan dengan bintang seperti Matahari yang bisa sampai 10 miliar tahun). Karena semakin masif bintang, semakin cepat ia membakar bahan bakar di intinya.
Baca Juga: Adakah Fenomena Supernova dalam Waktu Dekat?
Betelgeuse juga sangat, sangat, sangat terang, sekitar 100.000 kali luminositas Matahari kita. Saat ini, Betelgeuse dianggap telah masuk ke dalam tahap akhir hidupnya, bagian intinya sudah mulai melakukan fusi silikon dan belerang menjadi besi, nikel, dan kobalt.
Ketika nantinya silikon dan belerang dalam Betelgeuse habis, fusi nuklir tidak dapat terjadi lagi. Ketiga unsur berat, yakni besi, nikel, dan kobalt, tidak akan dapat lagi melebur menjadi sesuatu yang lebih berat lagi. Reaksi fusi pun berhenti, dorongan ke luar yang selama ini menopang permukaan Betelgeuse agar tidak kolaps pun hilang.
Gravitasi Betelgeuse yang kuat akhirnya menarik inti bintang tersebut ke dalam dirinya sendiri, sehingga mengalami kontraksi, menyebabkannya memanas, menjadi lebih padat, dan mengalami tekanan hebat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sekali titik kritis tersebut dialami sang bintang, BOOM, ledakan supernova tak terelakan.
Ledakan bintang Betelgeuse ini akan masuk dalam kategori supernova Tipe II: keruntuhan inti bintang ultra-masif. Fenomena ini akan membuat Betelgeuse sangat terang selama beberapa pekan, naik ke kecerahan maksimum yang, secara intrinsik, miliaran kali kecerahan Matahari. Supernovanya bahkan akan tetap pada kecerahan maksimum selama berbulan-bulan dan bisa terlihat di siang hari.
Tidak hanya itu, kecerahan supernova Betelgeuse juga akan menyaingi kecerahan Bulan purnama. Supernova tersebut akan menjadi objek paling terang di langit malam selama lebih dari satu tahun sampai akhirnya menghilang karena meredup.
Baca Juga: Seberapa Cepat Proses Supernova Terjadi?
Sejauh ini, dilansir EarthSky.org, sudah ada beberapa supernova yang terjadi di Bimasakti kita yang bisa dilihat selama berbulan-bulan, yakni pada tahun 1604, 1572, 1054, dan 1006. Namun, tak satu pun dari supernova-supernova tersebut yang berjarak sedekat Betelgeuse dari Bumi.
Saat meledak nanti, Betelgeuse akan jauh lebih dekat daripada supernova apa pun yang pernah diketahui dan dicatat oleh umat manusia. Namun, untungnya dekat di sini adalah dalam skala kosmis, yang nyatanya ia masih cukup jauh untuk bisa membahayakan kita.
Medan magnet planet kita akan dengan mudah menangkis partikel energik apa pun yang menghampiri dari luar angkasa. Dengan jarak Betelgeuse yang cukup jauh itu, radiasi energi tinggi yang mencapai planet kita akan sangat rendah kepadatannya sehingga tidak akan terlalu berdampak buruk bagi Bumi dan kehidupannya.
Sayangnya, kapan Betelgeuse meledak tidak ada yang bisa mengetahuinya. Sampai kita mampu mengembangkan teleskop neutrino yang sangat kuat untuk mengukur spektrum energi neutrino yang dihasilkan oleh sebuah bintang, kita tidak akan tahu seberapa lama lagi bintang akan meledak dalam supernova.
Betelgeuse bisa saja sudah meledak, namun cahayanya saat ini belum bisa kita deteksi. Atau Betelgeuse bisa juga masih tetap hidup, terang benderang sebagai super raksasa merah, selama seratus ribu tahun ke depan.