Akhir kehidupan sebuah bintang tergantung dari seberapa besar massa mereka ketika masih hidup. Bintang bermassa rendah seperti Matahari kita akan mengakhiri hidupnya dengan runtuh dan melepas lapisan terluarnya sebagai nebula, sedangkan bintang yang lebih masif akan meledak dalam supernova.
Kedua jalur kematian yang berbeda ini akan meninggalkan sisa bintang yang berbeda pula. Dan dalam bahasan kali ini, mari kita mulai dengan kerdil putih terlebih dahulu.
Dalam sebagian besar masa hidupnya, bintang bermassa rendah akan berada dalam tahap bintang deret utama, yakni yang aktif melakukan proses fusi nuklir di intinya, menghasilkan energi dengan cara mengubah hidrogen menjadi helium. Matahari kita saat ini berada dalam tahap tersebut.
Tiap benda bermassa memiliki gravitasi, termasuk bintang. Fusi nuklir di inti bintang adalah proses yang menahan dirinya agar tidak runtuh akibat tarikan gravitasi dirinya. Fusi nuklir menghasilkan tekanan ke luar sehingga terciptalah kesetimbangan hidrostatik pada bintang.
Namun, fusi nuklir hidrogen ini tidak berlangsung selamanya. Ketika bintang deret utama kehabisan hidrogen untuk menjalankan fusi, bintang akan mulai runtuh. Proses ini akan memadatkan bintang, menyebabkan ia kembali memanas sehingga mampu melakukan proses fusi nuklir kembali dengan sisa-sisa hidrogen pada lapisan yang menyelubungi inti bintang tersebut.
Selubung hidrogen yang mulai memanas lagi itu akan menyebabkan ukuran diameter lapisan terluar bintang menjadi lebih besar, menyebabkan bintang deret utama akan berevolusi menjadi bintang raksasa merah. Ketika Matahari berada pada tahap ini, kemungkinan diameternya akan menelan planet-planet dari Merkurius hingga Bumi.
Meski pada tahap ini bintang sudah berevolusi menjadi raksasa merah, suhunya justru akan lebih rendah karena panas di dalamnya lebih menyebar. Namun, hal itu berbeda pada suhu inti bintang, yang akan meningkat sampai cukup panas untuk melakukan fusi helium.
Yup, pada inti bintang raksasa merah, yang terjadi adalah fusi helium, mengubah helium menjadi elemen yang lebih berat, yakni karbon. Fusi helium ini akan berlangsung setidaknya selama satu miliar tahun, hingga pada akhirnya helium pun habis dan menyisakan karbon di inti bintang raksasa merah.
Apa yang terjadi selanjutnya? Bintang raksasa merah tidak akan cukup panas untuk bisa membakar karbon tersebut. Gravitasi pun menang lagi, bintang akan mulai runtuh, membuatnya menjadi sangat tidak stabil pada tahap ini.
Raksasa merah akan mulai kehilangan massa hingga akhirnya ia mengembuskan lapisan terluarnya ke ruang angkasa di sekitarnya sebagai nebula planeter, meninggalkan intinya sebagai kerdil putih.
Di sini dapat disimpulkan bahwa kerdil putih terbentuk dari kematian bintang bermassa rendah seperti Matahari kita. Kerdil putih masih akan aktif membakar bahan bakar yang tersisa, sebelum ia akan mulai mendingin, tetapi ini bisa memakan waktu miliaran tahun.
Kerdil putih juga berukuran lebih kecil dari bintang aslinya, tetapi sangat padat. Bayangkan kita memadatkan sebuah aluminium foil menjadi bentuk bola yang sangat padat dan jauh lebih kecil dari ukuran lembaran aluminium aslinya.
Pada kerdil putih, gravitasi menarik elektron ke ukuran yang sangat kecil, membuat kerdil putih menjadi padat. Elektron yang tertekan itu kemudian akan menahan gravitasi untuk meruntuhkan kerdil putih lebih jauh, sehingga kerdil putih bisa mempertahankan dirinya. Dengan kata lain, perlu dicatat pada bagian ini, kerdil putih terdiri dari elektron, bukan fusi nuklir seperti bintang pada umumnya.
Nah, Bagaimana dengan Bintang Neutron?
Bintang neutron merupakan produk akhir dari bintang masif, yakni yang massanya mulai 4 hingga 8 kali massa Matahari kita. Bintang-bintang bermassa besar ini dapat meledak dalam proses supernova ketika kehabisan bahan bakarnya, berbeda dari bintang bermassa rendah tadi.Pada awalnya, bintang masif juga akan melalui tahap bintang deret utama. Namun, karena gravitasinya besar, bintang masif akan berevolusi menjadi bintang super raksasa merah ketika hidrogennya habis. Sebagai super raksasa merah, bintang akan membakar helium di intinya, lalu karena suhunya masih cukup panas akan berlanjut membakar oksigen, dan teruuuuus sampai elemen paling berat, besi, tersisa di intinya.
Suhu bintang super raksasa merah tidak akan cukup panas lagi untuk membakar besi, sehingga fusi pun terhenti, gravitasi menang. Bintang tidak hanya akan runtuh pada tahap ini, tetapi juga meledak dalam supernova yang spektakuler.
Pascaledakan supernova, yang tersisa adalah inti bintangnya. Gravitasi akan menekan material yang terkandung pada sisa ledakan bintang begitu kuat sehingga proton dan elektron akan bergabung untuk membentuk neutron. Dan iya, itulah mengapa ia akhirnya dikenal sebagai bintang neutron.
Bintang neutron sangat padat, lebih padat daripada kerdil putih. Ia merupakan objek paling padat kedua setelah lubang hitam. Bayangkan kita memampatkan objek bermassa setara massa Matahari ke ukuran diameter hanya 20 kilometer saja. Satu sendok teh material bintang neutron pun bisa setara dengan bobot satu miliar ton.
Oh iya, selain itu, kekuatan ledakan supernova memberikan dampak yang besar dalam laju rotasi bintang neutron, yakni membuat rotasinya sangat cepat, menyebabkan ia berputar ratusan kali dalam sedetik, lebih dari 43.000 kali per menit.
Jadi, itulah perbedaan kerdil putih dengan bintang neutron. Mulai dari kandungannya, gravitasinya, dan kepadatannya jelas keduanya merupakan objek yang begitu berbeda walaupun dihasilkan dari kematian bintang. Semoga menambah wawasan kamu ya!
Referensi: NinePlanets, UniverseToday, TheConversation, EarthSky.