Info Astronomy - Tahukah kamu kalau penanggalan kalender Hijriah itu berbasis pergerakan Bulan mengitari Bumi? Nah, untuk mengetahui kapan awal suatu bulan Hijriah, kita bisa dengan cara melihat fase Bulan, lho. Cari tahu yuk kapan 1 Ramadan untuk tahun ini!
Tanda dimulainya awal bulan dalam penanggalan Hijriah adalah hilal. Secara bahasa, hilal memiliki arti sebagai "Bulan sabit muda pertama yang terjadi setelah konjungsi". Nah, konjungsi di sini adalah konjungsi Bulan terhadap Matahari, yakni saat fase Bulan Baru.
Fase-fase Bulan sendiri ada beberapa sebutan nih. Berikut ilustrasinya berdasarkan posisinya:
Dengan definisi hilal sebagai Bulan sabit muda pertama setelah konjungsi, itu artinya hilal hanya dapat teramati setelah fase Bulan Baru, biasanya 8 jam setelahnya Bulan sudah mulai tersinari beberapa persen oleh Matahari dalam pandangan dari Bumi.
Namun, penentuan awal bulan Hijriah tidak cukup hanya dengan adanya hilal saja nih. Di Indonesia, ada beberap metode yang digunakan oleh para ahli untuk menentukan kapan suatu bulan Hijriah berakhir dan kapan bulan berikutnya dimulai.
Metode Penentuan Awal Bulan Hijriah
Metode-metode di bawah ini biasanya digunakan oleh pemerintah Indonesia maupun organisasi-organisiasi masyarakat.
Rukyatul Hilal
Metode pertama yang biasa digunakan untuk menentukan kapan awal bulan dalam kalender Hijriah adalah rukyatul hilal, yang mana merupakan aktivitas pengamatan keberadaan hilal saat Matahari terbenam pada tanggal 29 dalam kalender Hijriah.
Maka dari itu, rukyatul hilal hanya dapat dilakukan jika telah terjadi konjungsi antara Bulan dan Matahari, yakni setelah fase Bulan Baru. Dengan begitu, pada saat Matahari terbenam, hilal bisa terlihat berada di atas ufuk barat, bukan terbenam berbarengan Matahari seperti pada fase Bulan Baru.
Nah, jika pada tanggal 29 dalam kalender Hijriah para pengamat tidak berhasil mengamati hilal, baik itu karena cuaca yang buruk (hujan atau berawan) atau memang hilal belum muncul, maka satu bulan Hijriah itu akan digenapkan jadi 30 hari.
Imkanur Rukyat
Metode kedua dikenal sebagai imkanur rukyat. Ini merupakan aktivitas perhitungan astronomis terhadap posisi Bulan di langit pada sore hari saat hari di mana Bulan dan Matahari mengalami konjungsi.
Namun, imkanur rukyat tidak hanya menghitung saja, melainkan dilengkapi juga dengan pengamatan. Jika pada sore hari ke-29 dalam kalender Hijriah, menurut perhitungan, Bulan sudah berada di atas ufuk dengan ketinggian sedemikian rupa, maka hal tersebut akan memungkinkan hilal untuk dapat dilihat.
Sayangnya, pada metode ini, para ahli belum bersepakat tentang berapa ketinggian Bulan saat Matahari terbenam untuk menjadi penanda awal bulan Hijriah. Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menetapkan sudut ketinggian bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 3 derajat. Sementara di negara lain seperti Mesir sudut ketinggian hilal minimal 4 derajat, di komunitas Muslim Amerika minimal 15 derajat.
Wujudul Hilal
Metode ketiga ini berbeda dengan dua metode sebelumnya. Dalam wujudul hilal, satu bulan dalam kalender Hijriah akan ditetapkan menjadi 30 hari apabila memenuhi tiga syarat, yaitu: Pertama, telah terjadi konjungsi antara Bulan dan Matahari; Kedua, konjungsi Bulan dan Matahari terjadi sebelum Matahari terbenam; Ketiga, pada saat Matahari terbenam, Bulan masih berada di atas ufuk.
Memang ada kemiripan dengan metode imkanur rukyat dalam hal posisi Bulan. Bedanya, wujudul hilal dianggap lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan imkanur rukyat. Kepastian itu berupa jika posisi Bulan sudah berada di atas ufuk pada saat Matahari terbenam, seberapapun tingginya, maka esoknya adalah hari pertama bulan baru dalam kalender Hijriah.
Kapan 1 Ramadan untuk Tahun 2022?
Tahun ini, tanggal 29 Syaban 1443 H akan jatuh pada 1 April 2022. Maka dari itu, perhitungan dan pengamatan hilal (serta sidang isbat) akan dilakukan pada tanggal tersebut. Nah, pertanyaannya adalah, apakah hilal akan terlihat pada tanggal itu?
Secara astronomis, 1 April 2022 adalah fase Bulan Baru, atau ketika konjungsi antara Bulan dan Matahari sedang terjadi. Dengan kata lain, hilal tidak akan mungkin bisa teramati pada 1 April 2022 pada saat Matahari terbenam.
Posisinya kira-kira seperti ini:
Hilal baru akan terlihat esok harinya, 2 April 2022. Maka dari itu, kemungkinan 1 Ramadan 1443 H akan ditetapkan dimulai pada 3 April 2022.
Walau begitu, mari lihat berdasarkan metode-metode penentuan awal bulan Hijriah yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya. Satu hal yang menarik adalah, penetapan awal bulan Hijriah tahun ini tampaknya akan berbeda nih.
1 Ramadan 1443 H = 3 April 2022
Jika penentuan berdasarkan rukyatul hilal dan imkanur rukyat, fase Bulan Baru yang menurut perhitungan astronomis terjadi pada tanggal 29 Syaban 1443 H (1 April 2022) akan membuat posisi Bulan masih di bawah 3 derajat saat Matahari terbenam.
Itu berarti, Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari, sehingga 1 Ramadan akan ditetapkan pada 3 April 2022. Pemerintah Indonesia biasanya menggunakan penetapan ini.
1 Ramadan 1443 H = 2 April 2022
Jika penentuan berdasarkan wujudul hilal, tiga syaratnya sudah terpenuhi. Pertama, Bulan Baru telah terjadi pada 1 April 2022; Kedua, konjungsi Bulan dan Matahari terjadi sebelum Matahari terbenam, yakni pada jam 13.47 WIB; Ketiga, saat Matahari terbenam pada 1 April 2022, Bulan masih di atas ufuk.
Nah, berdasarkan hal-hal di atas, 1 Ramadan akan ditetapkan pada 2 April 2022. Organisasi masyarakat Muhammadiyah biasanya menggunakan metode ini, terbukti mereka telah menetapkannya sejak Februari 2022 lalu.
Nah, itulah kapan 1 Ramadan 1443 H ditetapkan untuk tahun 2022.
Kapan pun nantinya Ramadan ditetapkan, kami segenap tim PT Belajar Astronomi Indonesia mengucapkan mohon maaf lahir dan batin ya. Selamat berpuasa bagi pembaca yang menjalankan.
Sumber:
- https://www.timeanddate.com/moon/phases/indonesia/jakarta
- https://moon.nasa.gov/resources/477/moon-phase-and-libration-2022/
Referensi:
- Ilham. (2022). Mengenal Rukyatul Hilal, Imkan Rukyat, dan Wujudul Hilal. Muhammadiyah.or.id.
- Raharto, M., & Sopwan, N. (2019). Umur bulan sebagai parameter visibilitas hilal. In Prosiding Seminar Nasional Fisika (SNF) (Vol. 3, pp. 26-29).